"Maria",
ia menyebut namanya sambil membalas jabatan tanganku. Buset cakepnya, bisikku
dalam hati ketika menatap wajahnya.
"Silahkan
duduk dulu, bisa saya selesaikan sebentar pekerjaan saya ?", tanyanya.
Setelah mengiyakan aku berjalan ke sofa yang ada di ruangan kantornya.
Kuperhatikan ia sedang memeriksa beberapa berkas dan sesekali menuliskan
sesuatu. Kutaksir usianya tidak lebih dari 25 tahun, cukup muda untuk seorang
direktris yang membawahi sekian ratus orang di sebuah industri garment. Mungkin
warisan babenya, pikirku.
Mengenakan blouse putih dengan dilapisi blazer berwarna biru cerah membuatnya tampil matang dan elegant. Rambutnya yang hitam mengkilat dan ikal bergulung-gulung sampai di punggungnya sangat kontras dengan kulit wajah dan lehernya yang putih.
Ops! Dia menatapku dari balik kaca mata baca yang bertengger di ujung hidungnya itu, merasa kepergok sedang memperhatikannya kurasakan warna wajahku pasti sudah merah merona. Dia tersenyum sekilas kemudian meneruskan pekerjaannya.
"Sorry
ya, agak lama menunggunya", katanya membuyarkan lamunanku. Kulihat ia
berdiri sambil merapihkan berkas-berkas yang ada di mejanya. Sesaat kemudian ia
melepas blazernya dan menggantungkannya pada sandaran kursinya, ia kemudian
berjalan menghampiri sofa dimana aku duduk. Hmm, 10 cm di atas lutut, pikirku
memperhatikan rok ketat yang dikenakannya. Dengan santai ia mengambil tempat
duduk di seberang meja di depanku, ia melipat kakinya, rok yang dikenakannya
perlahan namun pasti bergerak naik mengekspos pahanya yang padat dan putih
mulus. Amboy.
"Aduh
sampai kelupaan, mau minum apa nih ?", tanyanya sambil tersenyum
menyebutkan beberapa jenis softdrink. Kupilih apple juice. Ia kemudian bangkit
dan berjalan menuju ke salah satu sudut ruangan, ada sebuah kulkas kecil
disitu. Kemudian sambil membungkuk ia memilih-milih dari isi kulkasnya, rok
yang dikenakannya lagi-lagi naik memamerkan kemulusan bagian belakang pahanya.
Dan di balik rok ketatnya itu membayang bukit pantatnya sangat berisi dan seksi.
Aku menelan ludah sesaat. Ia benar-benar menampilkan sebuah kecantikan dari
seorang wanita yang nampak matang.
Setelah
meletakkan minuman di meja, ia kembali duduk dan mempersilahkan diriku untuk
minum. Sambil mengangkat gelas kuperhatikan kembali ia melipat kedua kakinya.
Oh shit ! C'mon man, it's business, rutukku dalam hati mencoba meredam
pikiran-pikiran nakal yang mulai menggoda diriku. Aku akhirnya berhasil
berkonsentrasi penuh.
Ia kemudian mulai membuka pembicaraan dengan menerangkan maksudnya untuk memakai jasa perusahaanku untuk menerapkan komputerisasi di perusahaannya. Dengan piawai ia menerangkan struktur organisasi perusahaannya dan prosedur-prosedur yang ada pada setiap bagiannya beserta kendala-kendala yang mereka hadapi. Nampaknya ia betul-betul menguasai seluk beluk perusahaan ini. Dari apa yang diterangkannya sudah dapat kutengarai bahwa akselerasi perusahaan ini terhambat oleh kurang cepat dan akuratnya pengambilan-pengambilan keputusan dan itu disebabkan tidak tersedianya informasi yang akurat yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dalam waktu yang singkat. Memang sudah waktunya perusahaan ini untuk melakukan komputerisasi, demikian hemat kami berdua.
Hampir
dua jam kami berbincang-bincang. Dari menit ke menit suasana percakapan kami
semakin lancar dan akrab. Ia kemudian memintaku untuk mengajukan proposal.
Kujawab bahwa untuk membuat proposal tersebut aku membutuhkan waktu dan
kesempatan untuk bisa melakukan analisa sistem.
"Of course, silahkan, mulai
besok staff Bapak sudah bisa mulai", jawabnya tangkas.
"Waktu
ibu mungkin akan tersita sebagian untuk analisa ini, karena kami ingin hasil
analisa kami bisa match dengan pihak manajemen", kataku sambil memasukkan
berkas-berkasku ke dalam tas.
"Okay,
no problem, disita seluruhnya juga boleh", balasnya setengah bercanda. Aku
mohon pamit darinya, kuulurkan tanganku dan disambutnya menjabat tanganku,
"Tolong
Bapak nanti bikin appointment dengan sekretaris saya untuk besok jam berapa
staff Bapak mau menemui saya, okay ?". Jabatan tanganku sengaja tak
kulepaskan,
"Khusus
untuk jadwal dengan ibu saya sendiri yang akan turun tangan", jawabku
sambil menatap tajam wajahnya, kuremas perlahan tangannya. Ia tersenyum
tersipu, kulihat ada semburat merah di pipinya. Keesokan harinya aku bersama
beberapa staff mulai melakukan survey untuk analisa sistem di perusahaan itu.
Maria benar-benar sangat membantu. Ia begitu apresiatif mengimbangi setiap langkah penganalisaan yang kulakukan. Begitu mengasyikkan bekerja bersamanya. Selama enam hari kami secara rutin melakukan survey. Terkadang Maria menemaniku sampai larut malam membahas langkah demi langkah yang akan diambil didalam melaksanakan proyek komputerasi di perusahaannya. Kami berdua semakin akrab, sikapnya sudah lebih santai menghadapiku, tak jarang kami bercanda hingga tertawa terbahak-bahak. Sering dikala menghadapi berkas-berkas tangan kami saling bersentuhan, terkadang ia mencolek lenganku disaat ada yang ingin ia tunjukkan dari suatu berkas, namun semua itu masih dalam batas-batas formal.
Pada hari terakhir kami sudah tuntas menyelesaikan seluruh prosedur analisa, semua data yang diperlukan sudah lengkap terkumpulkan.
"Bu
Maria, saya kira sampai hari ini sudah cukup hasil analisa kami", kataku
ketika akan pamit.
"I
see, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyusun proposal", tanyanya
dengan nada serius.
"Mungkin
seminggu", kujawab enteng, sengaja kubilang seminggu, walaupun sebetulnya
paling lama dua hari untuk menyusun sebuah proposal dengan data selengkap ini,
ingin kulihat reaksinya.
"Harus
segitu lamanya ?", tanyanya. Kulihat ada nada harap-harap cemas di
suaranya.
"Nggak
kok, paling juga cuman dua hari", jawabku sambil tertawa.
"Nah,
gitu dong !", sahutnya dengan nada lega dan ceria
Yes,
allright! That's
the sign, sorakku dalam hati. Sebuah tanda yang mungkin biasa untuk orang lain,
namun tidak untuk diriku, aku terlalu hapal untuk hal-hal yang begini. Otakku
berputar cepat. Buntu. C'mon ! Pikir, pikir, pikir, bisikku dalam hati
mencari-cari sebuah cara. Aha ! Entertainment ! That's the right answer. Adalah
hal yang wajar di dalam berbisnis menawarkan sesuatu yang bersifat
entertainment untuk lebih memantapkan hubungan. Lunch ! Itu yang paling cocok,
pikirku lagi.
"Kalau nggak keberatan saya
mau undang Ibu untuk lunch siang ini, bersama Bapak juga tentunya", kataku
"melepas umpan" sambil menekankan kata "Bapak" dan kutatap
wajahnya untuk menyelidiki reaksinya.
"Okay, kebetulan saya sudah
lapar juga nih", jawabnya ceria kemudian menelpon sekretarisnya
memberitahu bahwa ia akan keluar untuk makan siang.
"Bapak
nggak di-calling sekalian Bu ?", tanyaku.
"Ha..ha..ha..
Bapaknya masih belum terdaftar di Kantor Catatan Sipil", jawabnya sambil
menonjok perlahan lenganku. Kekakuan sikapnya agaknya mulai mencair. Dengan
menumpang kendaraannya kami keluar dari lokasi perusahaannya.
"Mau
makan dimana nih ?", tanyanya.
"Terserah
Ibu deh, Ibu yang pilih, saya yang bayar".
"Maria".
"Kenapa Bu ?"
"Kenapa Bu ?"
"Panggil
saya Maria".
"Panggil
saya Indra", sahutku pendek membalasnya.
"Saya
kan nggak terlalu tua untuk kamu panggil Ibu terus ?", tanyanya dalam nada
canda. Hari itu ia mengenakan kemeja putih tipis dipadu dengan blazer berwarna
ungu dan rok mini dengan warna yang sama, rambutnya yang panjang bergelombang
itu diikatnya dengan sederhana menggunakan sebuah sapu tangan.
Mataku bergerak turun menatap lehernya, turun lagi ke gundukan bukit dadanya, padat dan berisi, pikirku, kuperhatikan tangannya yang sedang memegang setir, ada banyak bulu-bulu halus disana. Padangan mataku turun lebih jauh lagi ke bawah. Ala mak ! Mataku terpaku pada kedua belah pahanya yang kini terpampang jelas, rok mini yang dikenakannya hampir tak dapat menutupinya, terangkat tinggi sekali hampir mencapai pangkal pahanya. Aduh mulusnya, tanganku bergetar. Wait ! Don't screw up nDra ! That's too fast, hatiku bergolak menahan pikiran nakalku.
"Mau makan di mana nih ?", tanyanya membuyarkan lamunanku.
"Hah
... apa ?", aku tergagap.
"Jalannya
ada di depan, nDra !", ucapnya dengan menahan tawa sambil tangannya dengan
lembut memalingkan kepalaku yang dari tadi menghadap ke arahnya.
"Di
belakang juga ada kok", sahutku menggoda untuk membuyarkan rasa gugupku.
Kulepas dasiku agar lebih santai.
Akhirnya
mobil kami berhenti di sebuah rumah makan pilihannya. Ketika hendak melangkah
masuk kuulurkan tanganku ke arahnya, ia pun menyambut mengulurkan tangannya dan
melingkarkannya di lenganku. Kami berjalan beriringan masuk ke dalam rumah
makan itu. Kupilih meja yang paling menyendiri, kutanyakan jika ia suka.
"No,
not there", katanya sambil menggelengkan kepala dan tersenyum. Kemudian ia
berjalan ke arah salah seorang waiter yang sedang berdiri, kulihat ia
sepertinya menanyakan sesuatu kepada si waiter. Ia kemudian melambaikan
tangannya kepadaku, kuhampiri dirinya.
"Gimana ?", tanyaku.
"Sini",
jawabnya singkat sambil menarik tanganku. Sambil diikuti sang waiter kami
berjalan ke sebuah pintu, di dalamnya ada sebuah lorong yang pada salah satu
sisinya kulihat ada beberapa pintu yang tertutup. Si waiter kemudian membuka
sebuah pintu sambil mempersilahkan kami untuk masuk. Rupanya itu adalah ruangan
VIP. Tak ada kursi satupun disana, hanya sebuah permadani berbulu tebal,
beberapa bantal berukuran besar dan sebuah meja pendek terbuat dari kaca tembus
pandang.
Kami memesan makanan dan minuman secara komplit, dessert, main lunch dan appetizer. Setelah si waiter berlalu, Maria melepas blazer dan menggantungkannya di sebuah hanger yang ada di dinding ruangan VIP itu, saat itulah kutahu ia ternyata mengenakan bra berwarna hitam yang nampak membayang jelas di balik kemeja putih tipisnya, membuatku semakin terpesona akan kecantikan dan keseksian dirinya. Ia kemudian melepas sepatunya, berjalan ke arah meja pendek itu dan duduk dengan melipat kedua lututnya, meraih sebuah bantal dan menyisipkan di belakang punggungnya.
"Gimana, nggak salah kan pilihanku", tanyanya dengan nada riang.
"Perfect
!", sahutku sambil mengacungkan jempol, kemudian kubuka juga sepatuku,
melangkah menghampiri dan duduk berseberangan dengan dirinya. Dari balik meja
kaca itu kembali kulihat kedua belah pahanya yang putih mulus terpampang di
depan mataku.
"Kok
gerah ya ?", tanyanya sambil matanya mencari-cari letak AC di ruangan itu.
"Masa
sih? Kalau buatku udah lumayan nih dinginnya, cukupan", sahutku heran. Aku
kemudian bangkit berdiri, kuhampiri letak AC di ruangan itu dan kuperiksa
setelan suhunya, ternyata udah mentok, kuberitahu dirinya. Ketika aku duduk
kembali, Maria mengibas-ngibaskan krah kemejanya seolah kegerahan, kemudian
..... melepas satu kancing kemejanya ..... belahan dadanya menyembul .....
hmmm, putih sekali ..... ia menatapku dan tersenyum. Oh boy!
What a fucking teaser girl, pikirku dengan dada mulai berdebar-debar.
"Hmm, sekarang baru terasa gerahnya", kataku kemudian kutatap dengan tajam matanya, kugerakkan tanganku ke bagian atas bajuku, dengan teramat perlahan kubuka satu kancing bajuku .... kulihat matanya menyipit .... kubuka satu lagi ..... dan dengan perlahan kusibakkan hingga dadaku terbuka menampakkan bulu-bulu yang tumbuh lebat di sana .... kulihat ia mengigit bibir.
Beberapa saat kami terdiam saling menatap, kedua mata kami saling bergantian menatap .... ke arah wajah .... turun ke dada .... ke arah wajah kembali .... turun ke dada kembali .... kubiarkan ia mengamati sinar mataku yang memancarkan gairah .... sinar matanya pun mengalirkan pesona birahi .... Beberapa saat kemudian terdengar ketukan di pintu dan beberapa waiter dan waitress datang menghidangkan pesanan kami, membuyarkan keasyikan kami saling menatap.
Makan
siang itupun tak pelak lagi menjadi ajang pertarungan .... antara getar-getar
birahi diriku dan dirinya..... Saling melepas panah-panah asmara .... namun
kemudian mengelak .... Ahhh, jinak-jinak merpati ! Maria betul-betul menguasai
kematangan seorang wanita. Terkadang disaat menelan hidangannya ia sedikit
menjulurkan lidahnya yang merah menyala itu, menjilat sesaat bagian bawah
sendok makannya, baru kemudian dengan perlahan memasukkan ke dalam mulutnya.
Begitu juga saat menikmati buah penutup hidangan, tak jarang ia membiarkannya
berlama-lama di depan bibirnya, sambil berbicara ia menjilat dan mengecupnya,
baru kemudian memasukkan ke dalam mulutnya dan mengulumnya lebih dulu sebelum
menelannya. Semuanya ia lakukan dengan mempesona, tanpa menampakkannya sebagai
sebuah kesengajaan, begitu halus dan menggoda. Kuhela napas panjang, dudukku
mulai terasa tak nyaman, ada yang memberontak di bagian bawah pusarku. Kurutuki
si pemilik restoran yang menyediakan meja menggunakan kaca tembus pandang,
kurasa Maria dapat melihatnya , tatapan matanya berulang kali mengarah ke sana.
"Okay
? Cukup ?", tanyaku seolah memberi tanda ajakan untuk pulang.
"Ha
? Eh ... Ya ... Okay ... Nice lunch", jawabnya tergagap. Aku kemudian
bangkit berdiri, tatapan Maria jatuh ke bagian bawah pusarku yang sudah
membengkak dan menonjol tak mampu tertutupi oleh longgarnya kain celanaku.
Sesaat kemudian sambil tersenyum Maria menjulurkan tangannya sebagai tanda
memintaku untuk membantunya berdiri. Dengan sigap kutarik kedua tangannya, ia
bangkit perlahan, dan disaat belum berdiri secara sempurna dengan sengaja
kuperkuat tarikan tanganku, Maria menjerit lirih karena terkejut dan tak pelak
lagi ..... ia terhuyung-huyung dan jatuh ke dalam pelukanku. Wajahnya hanya
sesenti nyaris bersentuhan dengan wajahku.
"Sorry, terlalu keras nariknya", bisikku perlahan sambil tersenyum.
"Nakal
!", sahutnya lirih sambil memukul dadaku perlahan.
"Masih
ada yang lebih nakal lagi", kataku dengan nada menggoda dan menatap tajam
matanya.
"Ap...",
belum selesai ia berbicara kukecup perlahan bibirnya.
"Kamu
... kamu ...", ucapnya terbata-bata, kedua alis matanya berkerut.
"Ssstt
...", sahutku perlahan sambil menutup bibirnya dengan jari telunjukku,
kutatap terus wajahnya, ia pun balas menatap, tak lama kemudian kulihat sinar
matanya mulai meredup dan semakin meredup .... kemudian terpejam .... bibirnya
merekah .... kudekatkan bibirku perlahan-lahan ke bibirnya .... kubiarkan hanya
nyaris menyentuh .... hanya beberapa milimeter dari bibirnya .... kunikmati
kehangatan napas harum yang keluar dari mulutnya .... kuhirup perlahan .....
Maria membuka sesaat kedua matanya ..... kemudian terpejam kembali ...
tangannya meraih leherku dan menariknya .... bibirnya melumat bibirku ....
Cukup
lama kami dengan bernafsu saling melumat bibir, hingga nafas kami
terengah-engah. Ciuman kami terlepas, kemudian perlahan kudorong ia hingga
tersandar di dinding, kutatap lagi wajahnya, tak ada tanda-tanda penolakan.
Perlahan tanganku bergerak ke atas, kulepas satu kancing bajunya .... mataku
tetap menatapnya .... masih tak ada tanda-tanda penolakan .... kulepas satu
lagi .... tiga kancing bajunya terlepas sudah .... kedua tangannya bergerak
menumpang pada bahuku dan meremasnya .... kuturunkan sedikit badanku ....
bibirku menyentuh pangkal dadanya .... napasnya semakin memburu .... kuturunkan
lagi, hingga wajahku persis di hadapan dadanya, kulihat ada gesper di bagian
depan bra hitam yang dipakainya. Perfecto ! Kulepas gesper itu .... buah
dadanya menyembul keluar .... kudongakkan wajahku untuk menatapnya .... Maria
tampak merundukkan kepalanya memandangi ulahku .... masih tak ada tanda-tanda
penolakan. Tanganku bergerak turun, meraba kedua pahanya .... sambil menaikkan
kembali badanku kuangkat kedua tanganku bergerak naik menyibakkan rok mini yang
dikenakannya .... dan lebih naik lagi ke atas .... hingga terhenti pada bukit
pantatnya ... Hmm, that's thong, pikirku menebak jenis celana dalam yang
dikenakannya karena kurasakan kedua telapak tanganku terasa hangat menyentuh
bongkahan daging padat nan kenyal pada pantatnya, tak ada yang menghalanginya.
Wajahku
kini berhadapan lagi dengan wajahnya, kepalanya tersandar di dinding, kedua
matanya meredup menatapku .... kuremas perlahan bongkahan pantatnya .....
bibirnya merekah .... terdengar rintihan halus dari dalam mulutnya .... kukecup
lehernya .... Maria mendesah .... kecupan bibirku berubah menjadi lumatan dan
bergerak ke bawah dan semakin ke bawah .... menelusuri pangkal dadanya ....
lebih ke bawah lagi .... menuju ke satu arah .... puting susunya yang merah dan
sudah runcing mengeras .... ketika bibirku mencapai puting susunya kembali ia
merintih .... kukulum perlahan-lahan .... dari dalam mulut lidahku bergerak
menyentuh ujung puting susunya .... kemudian menjentik-jentikkannya .... kedua
tangannya bergerak meremas rambutku dan rintihannya berubah menjadi erangan
....
Kulepaskan permainan bibir dan lidahku dari puting susunya ... bergerak kembali ke atas .... sambil kuangkat salah satu kakinya dan kutumpangkan pada pinggangku ..... wajahku kembali berhadapan dengan wajahnya .... kedua matanya terpejam .... tanganku yang lain bergerak membuka ikat pinggangku .... kemudian kancing celanaku ... dan menarik turun resletingnya .... perlahan kukeluarkan dan kugenggam Hercules kecilku yang sudah berdiri tegap meregang otot-otot yang memenuhi sekujur tubuhnya ....
Sambil tetap menatap wajahnya kuturunkan sedikit tubuhku .... mengarahkannya ... dan perlahan bergerak naik ke atas .... mencari jalan ke pintu gerbang kenikmatan yang menanti untuk di dobrak .... dengan tangan yang lain kusibakkan celana dalam yang menutupinya .... hingga akhirnya kepala Hercules kecilku berhasil menyentuhnya .... kedua mata Maria tiba-tiba terbelalak sesaat dan kemudian meredup memandang wajahku ..... rasa hangat dari pintu gerbang itu mulai terasa menjalar .... kugerakkan Hercules kecilku untuk mulai mendobrak .... ahhh, sulit .... bagaikan ada perlawanan di balik pintu gerbang itu .... posisi berdiri memang menggairahkan namun juga menyulitkan pikirku .... Maria menggerakkan kakinya lebih naik lagi pada pinggangku .... hmm, rupanya musuh mulai mau bekerja sama pikirku .... kudorong kembali Hercules kecilku .... perlahan namun bertenaga ia mendesakkan kepalanya tepat di belahan pintu gerbang itu .... kudorong lagi .... belahan pintu gerbang itu mulai terbuka sedikit .... Maria merintih .... kudorong lagi .... setengah dari kepala Hercules kecilku mulai menyelip masuk .... Maria kemudian menggelinjangkan pinggulnya dan kusambut usahanya itu dengan mendorong lebih jauh lagi .... perlahan-lahan kepala Hercules kecilku melesak masuk .... menerobos di antara celah pintu gerbang yang sudah mulai terbuka itu dan ...
Tok-tok-tok ! Kudengar suara
ketukan di pintu ! Oh shit ! Not now please, please, please, rutukku dalam
hati. Ketukkan di pintu semakin keras kemudian terhenti.
Kedua mata Maria terbelalak,
wajahnya memucat, dengan agak kuat ia mendorong dadaku. Ia memandangi pakaian
di tubuhnya yang sudah tak keruan letaknya itu, kemudian dengan tergopoh-gopoh
ia membenahi. Kubenahi juga celanaku. Maria kemudian membalikkan tubuhnya menghadap
tembok sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Oh shit! Apes bener diriku, sesalku dalam hati. Hatiku
gundah tak keruan melihat Maria bersikap seperti itu.
"Maria ...", panggilku perlahan.
"Don't
say anything, please!", ia memotong ucapanku sambil menundukkan kepala dan
mengibaskan tangannya.
"Ayo
kita balik ke kantor deh", ajakku.
Akhirnya setelah membayar ke kasir, kami berdua keluar dari rumah makan itu. Kami bergegas berjalan ke mobilnya. Kuambil alih untuk menyetir. Selama dalam perjalanan di dalam mobil Maria membisu. Sesekali kulirik dari sudut mataku, ia menyandarkan kepalanya sambil jemari tangannya memijit-mijit keningnya, terkadang mengusap wajah dengan saputangannya.
Hingga
tiba di kantornya tak sepatah katapun yang terdengar selama dalam perjalanan.
Kami berdua saling membisu. Setelah aku turun dari mobil kuberikan kunci mobil
kepadanya, Maria tanpa melihat wajahku meraihnya kemudian masuk ke dalam mobil
dan mengendarainya lagi keluar. Aku hanya bisa terpana melihatnya, akhirnya
dengan suasana yang tidak enak itu aku pun bergegas naik mobilku dan kembali ke
kantorku.
Setibanya
di kantor aku mengurung diri dalam ruanganku, kepesankan pada sekretarisku
untuk menyetop semua tamu dan telpon yang masuk. Seorang diri aku duduk termenung,
merenungkan yang baru saja terjadi tadi. Tiba-tiba telpon di mejaku berdering
mengagetkan diriku. Goblok bener nih sekretaris, rutukku dalam hati.
"Kenapa
? Saya kan sudah bilang supaya kamu stop semua telpon masuk ?", semprotku
kepadanya.
"Anu
Pak ... Maaf ... Saya sudah berusaha, tapi itu lho ... sekretarisnya Bu Maria
berulang kali menelpon", sahutnya terbata-bata.
"Kamu
tampung aja apa pesannya".
"Sudah
Pak, tapi dianya mau bicara langsung kepada Bapak."
"Ya
sudahlah, sambungkan aja !", sahutku kesal. Mau apa sih si Dessy
sekeretarisnya Maria ini, pikirku dalam hati, padahal sebelumnya sudah
kuberitahu kalau ada sesuatu mengenai pekerjaan supaya ia berhubungan langsung
dengan staffku.
"Hallo,
dengan Pak Indra ?", kudengar suara Dessy bertanya.
"Ya,
kenapa Des ?".
"Sorry
Pak Indra, saya mengganggu, soalnya sekretaris Bapak beberapa kali saya hubungi
mengatakan Bapak sedang tidak bisa diganggu".
"Memang
saya pesan begitu kepadanya, kamu bisa langsung aja sama staff saya kalau ada
perlu".
"Bukan
begitu Pak, emm .... Bu Maria yang menyuruh saya menelpon".
"Lho
bukannya dia sudah pulang tadi ?", tanyaku heran.
"Memang
betul, tapi barusan Bu Maria balik lagi ke kantor".
"Masih
ada di kantor ?", tanyaku lagi.
"Ada
Pak".
"Lho,
kenapa dia nggak nelpon langsung ke saya ?".
"Maaf
Pak, saya hanya diperintah untuk menghubungi Bapak"
"Okay,
apa yang bisa saya bantu", jawabku melunak.
"Ngg
.. Bapak disuruh datang ke kantor sekarang juga", ucapnya dengan nada
berhati-hati.
"Hah
? Kalau boleh tahu mengenai apa yaa ?", tanyaku lagi.
"Bapak
diminta membawa proposal".
"Lho,
gimana ini sih ? Saya kan janji paling lambat tiga hari lagi ?"
"Iya,
saya juga tahu Pak, tapi memang begitu pesannya".
"Gimana
sih Dess ? Kamu kan tahu, saya kan baru beberapa menit nyampe di kantor saya,
mana ada sih orang membuat proposal cuman dalam waktu menitan ?", gerutuku
kesal.
"Aduh
... gimana ya Pak, sebenernya saya juga paham, saya juga sudah mengingatkan
beliau, tapi nggak tau nih .... Bu Maria ngotot aja ... gimana kalau Bapak
datang aja deh, mungkin kalau Bapak yang menyampaikan beliaunya mau
mengerti", katanya memelas.
"Okay
lah kalau begitu, sampaikan kepada beliau saya berangkat sekarang".
Aku
bergegas naik ke mobilku dan keluar dari kantor. Dalam perjalanan aku berusaha
menduga-duga. Bener-bener nggak masuk akal si Maria ini, pikirku. Padahal ini
adalah sesuatu yang jelas, kenapa dia bisa kaya orang edan gitu, atau ....
jangan-jangan .... Mampus lu ! Jelas ini hanyalah akal dia untuk mutusin
hubungan bisnis, pikirku lagi. Oh shit! Ini resikonya kalau mencampur urusan
bisnis dan "fun", abis dah kesempatan, rutukku dalam hati.
Sesampainya
di kantornya, dengan hati berdebar-debar aku menuju ke ruangannya. Kulihat
Dessy sekretarisnya masih ada di meja di depan ruangan Maria, jendela kaca
ruangan Maria tampak tertutup oleh kain korden. Dessy kemudian mengangkat
telpon, memberi tahu Maria akan kedatanganku.
"Silahkan
masuk Pak", katanya kepadaku setelah meletakkan gagang telpon. Aku
kemudian berjalan menuju pintu masuk ruangan Maria, kuketuk perlahan kemudian
kubuka pintunya. Kulihat Maria duduk membelakangi mejanya.
"Ehm
...", aku mendehem. Ia tetap duduk membelakangiku.
"Maria
...", panggilku perlahan. Ia tidak menyahut.
"Maria,
bukankah sudah kukatakan kalau proposal itu baru selesai tiga hari lagi
?", tanyaku langsung ke persoalan.
"Sorry,
itu hanya alasanku ke Dessy untuk memanggil kamu, aku tidak bermaksud
membicarakan soal itu", sahutnya perlahan.
"So ...?".
"You made a big mistake",
tandasnya.
"Jadi kamu ingin membicarakan
kejadian tadi ?", tanyaku sambil duduk di kursi di depan mejanya. Ia memutar kursinya menghadap ke arahku. Kuamati
wajahnya, kedua matanya tampak sayu. Aneh, tak tanda-tanda kemarahan, pikirku.
"Jadi
kamu pikir itu kesalahan saya", kataku sambil mencoba tersenyum kepadanya.
Maria bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke arah depan meja dan duduk di
atasnya menghadap ke arahku. Hmm, sikap atasannya mulai muncul, pikirku. Aku
bagaikan seorang pegawai yang melakukan kesalahan dan kini sedang bersiap-diap
disemprot oleh sang atasan.
"You really made a
mistake", ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala menatapku.
"Tapi
bukankah kamu ....", tak kuteruskan ucapanku, karena kupikir itu hanya
memperpanjang masalah. Maria kemudian menumpangkan salah satu kakinya ke yang lain,
pahanya yang montok dan padat itu terpampang di depan mataku. Busyet, masih
sempet-sempet 'seducing' juga nih cewek, ucapku dalam hati.
"Kamu
memanfaatkan saya", ucapnya sambil menatap tajam ke arahku.
"Lho,
kok kamu mikirnya begitu ?".
"Kamu
memanfaatkan kelemahanku ...", ucapnya lagi dengan lirih.
"Maria, please, don't ever
think like that".
"Apakah
itu karena kamu punya kepentingan terhadap perusahaanku ?", tanyanya
dengan nada menuduh.
"C'mon
.....", jawabku sambil menggelengkan kepala dengan perasaan tak percaya.
"Jika
kamu pikir dengan cara seperti itu kamu bisa mempengaruhi keputusanku, kamu
salah besar !", ucapnya tegas.
"Maria, c'mon .... it thus
happened, we did it because we want it, karena saya suka kamu ! Too much like
you I think !", ucapku berusaha meyakinkannya. Ia terdiam.
"Maria, apapun yang terjadi
ini adalah perusahaan kamu. You are the boss ! Saya hanyalah orang luar, segala
keputusan tetap berada di tanganmu. But please, don't ever think that I'm using
you ! Business is business! Jangan campur adukkan dengan hal-hal pribadi di
antara kita", ujarku panjang lebar mulai gusar.
"But still you've made a
mistake ....", ia tersenyum.
"Mistake,
mistake , mistake ! Apa sih salahku ?", tanyaku dengan alis berkerut. Maria
kemudian tertawa geli. Sialan nih cewek, pikirku. Maria kemudian menurunkan
kaki kanannya yang tadi menumpang pada kaki kirinya, ia kemudian meletakkan di
ujung kursi yang kududuki.
"Mau
tau, hmm ?", matanya mengerling. Kuanggukkan kepalaku.
"Because
.....", ia tidak meneruskan ucapannya, telapak kakinya yang menginjak
kursiku perlahan bergerak di antara kedua pahaku.
"What
?", tanyaku mulai bisa tersenyum.
"You have pulled the trigger but .....", telapak kakinya
bergerak lagi lebih jauh.
"But ...?", sahutku
sambil membenahi letak dudukku.
"Kamu tidak menyelesaikannya
....".
Kulihat ia menggigit bibirnya,
telapak kakinya kini menyentuh bagian dalam pahaku .... matanya menyipit ....
telapak kakinya bergerak lagi ... dan ... Ops !!! Naik ke atas gundukan kecil di tengah selangkanganku. Kutatap
wajahnya, air muka yang kulihat ketika di restoran tadi kini muncul lagi pada
wajahnya. Lusty. Ia menggoyang-goyangkan telapak kakinya perlahan-lahan .....
gundukan di tengah selangkanganku semakin menggunung ....
Aku
bangkit berdiri. Kudesakkan diriku mendekatinya, dengan sedikit kasar
kuselipkan tanganku ke dalam roknya, dengan tangan yang lain kuraih pinggangnya
hingga wajahnya hanya sesenti dari wajahku, ia meletakkan kedua tangannya pada
bahuku, napasnya terengah.
"So what to be my punishment,
madam ?", tanyaku dengan tatapan tajam ke matanya.
"Finish it !", jawabnya dengan suara mendesah.Kugerakkan
jemari tanganku menjalar semakin jauh di dalam roknya .... hingga akhirnya
menyentuh belahan di balik celana dalam model thong-nya. Maria mendesah.
"When
...", tanyaku berbisik.
"Mmmhhhh
... now !".
Seketika
itu juga kulumat bibirnya .... ia membalasnya dengan bernafsu .... dan ketika
ciuman dahsyat itu terhenti, dari dalam mulutnya yang setengah terbuka itu
Maria menjulurkan lidahnya .... menerobos masuk ke dalam mulutku .... ujung
lidahnya menyentuh ujung lidahku .... menggesek-gesek .... kemudian perlahan
menyapu bagian atas lidahku .... kemudian ujung lidahnya naik menyapu bagian
atas rongga mulutku .... ditariknya perlahan-lahan hingga keluar dari mulutku
.... lidahku mengikuti menjulur ke dalam mulutnya ..... ia menyambutnya dengan
menyelipkan lidahnya di bawah lidahku .... lidahku terjepit di antara lidah dan
bibir atasnya .... kemudian dengan perlahan-lahan ia menghisap sambil bergerak
mundur hingga ke ujung lidahku .... kemudian maju lagi sambil menyelipkan lagi
lidahnya di bawah lidahku .... demikian berulang-ulang .... Luar biasa ! Maria
memperagakan sebuah tehnik blow-job yang dilakukannya pada lidahku. Pikiranku
semakin melayang-layang membayangkan betapa nikmatnya jika ini ia lakukan pada
si Hercules kecilku.
Dengan
napas sedikit terengah-engah ia menghentikan ciuman mautnya. Jemari tanganku
berusaha menyibakkan celana dalamnya, kutelusuri rimbunnya bulu-bulu halus yang
ada di sana. Ia memejamkan mata dan merintih lirih. Kuhentikan sejenak gerakan
tanganku, dan dengan tangan yang lain kuraih gagang telpon sambil menekan nomor
Dessy sekretarisnya. Kutempelkan gagang
telpon itu pada telinganya. Maria masih memejamkan mata dengan napas
terengah-engah.
"Ya
Bu ?", samar-samar kudengar suara dari gagang telpon itu.
"...Dessy .... ehhh ...."
"Ya
Bu ?"
"...Ehhh ... stop .... mmhhh ... semua telpon ....
dan tamu ...."
"Ada
lagi Bu ?"
"...Selama satu jam ....."
"...Dua jam !", bisikku sambil mulai melumat cuping telinganya, ia menggelinjang.
"...Ddddua jam ,Dessss !", pekiknya.
"Iya,
iya Bu ... saya mengerti .... dua jam", sahut si Dessy terbata-bata karena
kaget mendengar suara boss-nya melengking ditelpon. Maria meletakkan gagang
telponnya,
"...Dua jam .... hmmm .... sounds great ....
", ucapnya dengan membelalakkan mata, tangannya mulai
bergerak meraba kancing kemejaku, membukanya satu per satu .... setelah kancing
terakhir terbuka ia menarik kemejaku hingga terlepas dari dalam celanaku.
Kedua jemari tangannya kemudian merayap naik ke dadaku ....
mengusap-ngusap dengan lembut bulu-bulu yang tumbuh lebat di sana .... dari
mulutnya keluar suara decakan ..... ia menatap wajahku .... seolah ingin
menikmati pancaran gairah yang sedang dipompakannya ke dalam diriku .... ujung
jemarinya kemudian merayap ke puting susuku .... mengusapnya perlahan-lahan
dengan gerakan melingkar ..... membuatnya semakin mengeras ..... kurasakan
napasku semakin memberat.
Usai menstimulasi puting susuku jemari tangannya kembali mengusap-usap
bulu-bulu di dadaku ..... kemudian turun .... mengikuti alur bulu-bulu di
tubuhku .... di bawah dada .... pada bagian perut .... semakin ke bawah .....
hingga menemukan gesper ikat pinggangku ..... ia melepaskannya ..... kemudian
kancing celanaku ..... kemudian menarik turun resleting celanaku ....
Tangan kanannya kemudian menyelinap ke dalam celanaku dan sesaat
kemudian merayap meraba Hercules kecilku yang masih berada di balik celana
dalamku .... tangan kirinya bergerak menyelinap dari belakang dan masuk ke
balik celana dalamku .... meremas bongkahan pantatku ... tangan kanannya
semakin bergerak semakin ke bawah .... kemudian meremas-remas dengan lembut
kantung dua bola yang ada di sana .... Hercules kecil bergerak meronta ....
meregang .... menggeliat .... seluruh otot-otot di tubuhnya semakin mengeras
... dan semakin mengeras .... bagian kepalanya tak tertahankan lagi menyeruak
keluar melewati batas atas celana dalamku .... jemari tangannya tak lama
kemudian bergerak naik kembali .... dengan menggunakan dua jarinya Maria
menjepit dengan lembut bagian bawah batang tubuh Hercules kecilku ... kemudian
kedua jari yang menjepit lembut itu bergerak naik perlahan-lahan .... seolah
hendak menebak-nebak lebar tubuh Hercules kecilku yang sudah mengeras secara
sempurna itu .... jemari tangannya semakin naik .... kedua mata Maria tak
sedikitpun melepaskan pandangannya dari wajahku .... bibirnya menyungging
senyuman yang penuh dengan bias-bias nafsu birahi .... jemari tangannya
kemudian mencapai leher Hercules kecilku .... mengelus bagian bawah kepalanya
.... dan naik perlahan-lahan hingga ke puncaknya .... kulihat matanya
berbinar-binar .....
Tangan kirinya keluar dari balik celana dalamku .... ibu jari tangan
kanannya menekan pada leher Herculues kecilnya, mendorongnya hingga tersandar
rata pada dinding perut di bawah pusarku ....Kemudian tangan kirinya bergerak,
satu jarinya menyentuh kepala Hercules kecilku ... menelusuri hingga ke
puncaknya dan menyentuh perutku .... jari itu kemudian bergerak mengelus
perutku ... bergerak ke kanan ... balik lagi ke kiri .... kemudian turun lagi
... kali ini dengan dua jari ia melakukan hal yang serupa .... menelusuri
hingga ke puncaknya dan menyentuh perutku .... kemudian bergerak mengelus
perutku ... bergerak ke kanan ... balik lagi ke kiri .... kemudian turun lagi
.... ia menambahnya hingga tiga jari .... menelusuri hingga ke puncaknya dan
menyentuh perutku .... kemudian bergerak mengelus perutku ... bergerak ke kanan
... balik lagi ke kiri ... menyentuh pusarku ....
Dari
mulutnya tiba-tiba terdengar suara decakan, bola matanya yang tak lepas
menatapku semakin berbinar.
"...What ?", bisikku.
"...Terrific ! Seems so
.... hmmm .... I like that size ....", bisiknya kemudian menggigit bibir. Gila nih cewek, pikirku.
Baru kali ini kualami ada seorang cewek yang mengukur 'jagoanku' dengan cara
seperti itu. Eksentrik dan sensual !!!
Kubuka
satu per satu kancing kemeja putih tipis yang dikenakannya, kutarik hingga
terlepas dari roknya ..... kubuka gesper di bagian depan bra-nya .... Maria
menarik kepalaku dan memagut bibirku .... satu tanganku mulai merambah buah
dadanya .... meraba dengan lembut .... setiap senti darinya .... mengusap
dengan penuh perasaan puting susunya .... lumatan bibirnya semakin menjadi-jadi
...Kualihkan ciumanku pada batang lehernya .... turun hingga ke pangkal
lehernya ..... Maria mendesah .... kujulurkan lidahku .... kesentuhkan pada
pangkal lehernya ..... dengan teramat perlahan kugerakkan naik .... naik lagi
.... Maria mulai merintih .... kusibakkan rambut yang menutupi belakang
telinganya dan ..... ujung lidahku bergerak menyelinap di belakang daun
telinganya .... sambil kuhirup semerbak harum rambutnya .... tubuhnya bergetar
....Kedua tanganku kemudian bergerak turun kebawah ....kubuka resleting roknya
....Maria menempatkan kedua telapak tangannya bertumpu pada meja .... ia
mengangkat pantatnya hingga terlepas dari meja ....kuloloskan rok dan sekaligus
celana dalam thong-nya .... melewati kedua kakinya hingga jatuh ke lantai ....
kedua kakinya naik ke pinggangku ... tangannya memeluk leherku ...
Kusapu
segala macam kertas dan alat tulis yang ada di mejanya hingga sebagian terjatuh
ke lantai, dengan perlahan kudorong ia hingga tubuhnya rebah di meja .... tubuhku
membungkuk dan menindih tubuhnya ....bibirku merambah bibirnya ....lehernya
.... buah dadanya ....lidahku dengan liar menjilat kesana kemari ...
mempermainkan puting susunya ....desah dan rintihannya terdengar silih berganti
....Kemudian aku bangkit berdiri tegak lagi ...kuangkat tinggi-tinggi kedua
kakinya ...kulepaskan kedua sepatu hak
tinggi yang masih dikenakannya ....kuturunkan satu kakinya hingga menggantung
pada pinggiran meja ....kedua matanya setengah terpejam menatapku
....kusandarkan kaki yang lain ke bahuku ....sejenak kemudian kunikmati
keindahan bagian bawah tubuhnya .....kemulusan batang pahanya ....rimbunnya
belantara yang tertata rapi memenuhi di sekitar selangkangannya ....dan ahhhh ...belahan pintu gerbangnya begitu menggoda
....
Kugerakkan
jari telunjukku menyusuri pahanya ...bergerak semakin ke atas ...Maria
menggerakkan kakinya yang menggantung itu semakin melebar .....jari telunjukku
mulai menyentuh daun pintu gerbangnya ....kuelus perlahan ...Maria menggeliat
....jari telunjukku kemudian menyusuri belahannya .... bergerak mengelus
sepanjang belahannya ....Maria mendesah .... bongkahan pantatnya sesekali
bergerak lepas dari meja .... kudorong jari telunjukku menyibakkan belahan
pintu gerbangnya .... kugosokkan ujungnya naik turun ....perlahan-lahan hingga menemukan
bagian yang tepat untuk menerobos ....dan sedikit demi sedikit jari telunjukku
menyelusup ke dalam .... Hmmm, that's so fucking wet, pikirku. Setiap kali jari
telunjukku bergerak setiap kali itu pula Maria menggelinjang .... hingga
akhirnya seluruh jari telunjukku terbenam di dalam rongga kenikmatan itu
....begitu hangat dan licin kurasakan di sekujur jariku ....
Kubiarkan
jari telunjukku terdiam di sana ....kuraih telapak kakinya yang menggantung di
bahuku ....kucium dengan lembut mata kakinya ...semakin ke atas .....bibirku
melumat bagian bawah betisnya .....Maria merintih ....kujulurkan lidahku
menelusuri betisnya ...perlahan-lahan ....kurasakan ada remasan pada jari
telunjukku yang terbenam di dalam lepitan kenikmatannya ..... ia mulai mengerang
.... lidahku semakin ganas menjilat dan bergerak semakin ke atas .... tubuhnya
kulihat sesekali melengkung ke depan .... ia semakin merintih dan mendesah ....
Kulepaskan ciumanku pada betisnya dan kemudian kuturunkan kakinya menggantung
pada pinggiran meja .... kudoyongkan tubuhku ke depan bertumpu di meja dengan
satu tanganku .... kutatap wajahnya .... kedua matanya terpejam ..... bibirnya
setengah terbuka .... mengalirkan desah dan rintihan yang semakin membahana
.... sekalipun tak kugerakkan telunjukku .... kubiarkan menikmati sensasi yang
ada di dalam rongga kenikmatannya ... tubuh Maria semakin menggelinjang ....
pinggulnya bergerak-gerak ... telunjukku keluar masuk dengan sendirinya ....
bagaikan diremas dan dikocok-kocok perlahan-lahan .... Luar biasa !!!
Hasratkupun
tak tertahankan untuk segera membenamkan wajahku pada selangkangannya, aku
mulai bergerak memposisikan diriku. Tunggu
dulu ! Let's have some fun, pikirku. Dengan
berhati-hati kuangkat gagang telpon, kugenggam bagian pendengarannya untuk
memastikan tak ada suara yang terdengar dari sana, kemudian kupencet nomor si
Dessy sekretarisnya.
Aku
tertawa geli dalam hati.
Dengan
menggenggam gagang telpon yang kuyakin kini sedang dikuping oleh si Dessy,
kudaratkan ciumanku pada perut Maria dan menelusuri turun ke bawah hingga
merambah rimbunnya belantara pada bagian bawah tubuhnya. Aku duduk berlutut,
wajahku kini benar-benar pas di depan selangkangannya ... kemudian kudaratkan
bibirku dan kulumat dengan lembut daun pintu gerbangnya .... Maria menjerit
lirih ... kujulurkan lidahku menjilat belahan yang sudah merekah itu .... ia
menjerit tertahan .... ujung lidahku akhirnya bertemu dengan tonjolan di bagian
atas belahannya ..... kedua kaki Maria bergerak naik ke atas bahuku dan
menariknya hingga wajahku semakin terbenam di antara selangkangannya .... ujung
lidahku mulai bergerak menyentil-nyentil tonjolan itu .... semakin lama semakin
cepat ..... gerakan-gerakan pinggul Maria semakin liar .... akhirnya kulumat
dengan bibirku tonjolan yang sudah mengeras itu .... desahannya berubah menjadi
desisan .... rintihannya berubah menjadi erangan ..... diselingi
pekikan-pekikan kenikmatan .... kedua tangannya mencengkeram ujung meja tempat
ia terbaring ..... pinggul dan pantatnya terangkat lepas dari meja ....
bergerak ke kanan ke kiri berputar .... tak beraturan ... kepalanya terangkat
..... semakin lama semakin tinggi .... akhirnya Maria terduduk, ia melepaskan
cengkeraman tangannya pada ujung meja dan ganti meremas rambutku ....
cengkeraman tangannya semakin lama semakin kuat .... kutahan dengan semakin
membenamkan wajahku ....
"...Wait !!!", pekiknya. Kuteruskan lumatan bibirku.
"...Stop it .... please .... mhhhh ... adduuuhhh
.... please, please .... not now please ... ssshhh .... please .... don't make
me .... mmmmhhhhh", ia dengan
kuat kemudian menarik kepalaku hingga terlepas dari selangkangannya. Sambil
tersenyum kutatap dari bawah wajahnya, ia menatapku dengan terengah-engah.
"Hhhh ....jangan sekarang
....not with your fucking eager mouth ...".
Aku bangkit berdiri, saat itulah ia melihat tanganku menggenggam gagang telpon.
Ia terbelalak, kemudian dengan cepat ia berpaling ke pesawat telponnya
dilihatnya di bagian display tertera nomor tujuan yang kupencet.
"...Gila kamu !!!", ucapnya berbisik sambil merebut gagang telpon itu dari tanganku dan
meletakkan pada tempatnya. Aku hanya bisa tersenyum geli.
"...Gila yaa kamu,
nDra ?", tanyanya kali ini dengan suara keras sambil menahan senyum,
tangannya bergerak mencubit dadaku.
"Sekali-sekali, let her has
some fun ...", gurauku. Kali ini ia
tak dapat menahan tawanya.
"So
?", tanyaku sambil bergerak melingkarkan kedua tanganku pada pinggangnya. Maria
melingkarkan tangannya pada leherku dan menariknya, bibirnya melumat bibirku,
hanya sesaat, satu tangannya kemudian bergerak menelusuri dadaku dan semakin
turun ke bawah kemudian bertengger di selangkanganku.
"I
want it so bad ...", bisiknya, tangannya meremas dengan lembut Hercules
kecilku, membuatnya bangun bersiaga kembali, kulihat bibir Maria merekah sesaat
dan kemudian ia menggigit bibirnya.Tanganku mulai bergerak merayap menuju buah
dadanya, kuusap perlahan-lahan di seputar buah dadanya .... kemudian putingnya
.... Maria menggelinjang,
"No, no , no ... nggak disini
.... kamu harus dijauhin dari telpon !", sambil tertawa ia mendorong
tubuhku menjauh darinya. Ia kemudian turun dari meja, sambil berjalan mundur ia
mencengkeram celanaku dan menarik diriku ke arah sofa, kemudian mendorongku
hingga jatuh terduduk di sofa.
"Wait there !", ucapnya
sambil tersenyum dan telunjuknya menuding ke arahku.
Kemudian ia berjalan ke arah pintu
yang berhadapan dengan sofa itu, kedua bongkahan pantatnya yang telanjang itu
bergoyang-goyang seiring dengan langkahnya yang begitu gemulai, begitu montok
dan padat, hmmm, pantat yang seksi, pantasan ia berani memakai celana dalam
yang model thong, pikirku. Kemudian ia menghampiri kulkas yang ada di samping
pintu itu, tubuhnya membungkuk, ia menekuk sedikit lututnya sambil membuka
pintu lemari es itu, kuperhatikan belahan pantatnya merekah dan di bawahnya
mengintip belahan pintu gerbang kenikmatannya.
Aku
spontan menelan air liurku. Ia berjalan ke arahku sambil membawa dua gelas
berisi minuman. Tubuhnya yang hanya mengenakan selembar kemeja yang tak
terkancingkan lagi itu benar-benar mempesona diriku, tak sedetikpun mataku
melepaskan pandangan dari tubuhnya. Rambutnya yang ikal hitam bergulung-gulung
sampai ke punggung .... wajahnya ... bibirnya yang merah membasah .... buah
dadanya yang begitu montok, padat dengan puting susu yang runcing menghadap ke
atas, bergoyang-goyang seiring dengan langkahnya .... perutnya yang rata ....
pinggangnya yang ramping .... pinggulnya yang membulat seksi ..... rerimbunan
yang menutupi bagian atas selangkangannya .... ahhhh ...Tak kusadari mulutku
berdecak.
"Ngapain
kamu mendecak-decak kaya gitu ?", tanyanya membuyarkan lamunanku.
"Emmm
....nggak ....itu lho ....kagum ....ni perusahaan hebat betul ....waitress-nya
cakep banget, telanjang lagi !", jawabku seenaknya. Maria tertawa
terbahak-bahak.
"Company
service", candanya sambil terseyum, ia menyodorkan segelas softdrink
kepadaku, kemudian duduk menyamping disebelahku, satu kakinya menumpang di atas
pahaku. Kugeser sedikit tubuhku agar bisa lebih leluasa menatapnya. Maria
sambil meneguk minumannya ia menatapku. Kami salinhg berpandangan.
"You're so beautiful ....", bisikku sambil mempermainkan
rambutnya.
"Mmmm ....thanks, you're so
sweet ...", ia tersenyum, kemudian meletakkan minumannya di meja.
Maria
kemudian bangkit dari duduknya dan bergerak duduk di atas pangkuanku. Sambil
menatapku ia meletakkan kedua tangannya pada bahuku, meremas-remasnya dengan
lembut. Satu tanganku meraba dan meremas pinggulnya, tanganku yang lain masih
memegang gelas yang sesekali kuteguk sedikit isinya. Sesaat kemudian kutempelkan
gelasku ke perutnya, dinginnya minuman dan es batu yang ada di dalamnya membuat
Maria menggelinjang sesaat. Kuusapkan gelas itu naik ke atas, titik-titik air
yang menempel pada bagian luar gelas itu kini berpindah ke kulit tubuhnya ....
membuat garisan basah memanjang mulai dari pusarnya dan semakin ke atas .... ke
celah di antara dua buah dadanya .... kuusap-usapkan gelas itu di sekitar buah
dadanya .... kembali kudengar desahan dari bibir Maria .... kuturunkan kembali
usapan gelasku ke pusarnya ..... kemudian dengan agak kuat kutekan bibir gelas
itu hingga menempel pada dinding perutnya, dengan hati-hati kuangkat sedikit
demi sedikit bagian bawah gelas itu, hingga cairan minuman yang ada di dalamnya
membasahi perutnya dan jatuh kembali ke gelas tanpa terbuang ke bawah
sedikitpun .... Maria menggelinjang sesaat .... punggungnya bergerak menegap
.... dengan cara yang sama kugeser bibir gelas itu bergerak ke atas .... sambil
sedikit demi sedkit menumpahkan isinya ... Maria semakin mendesah ....
punggungnya bergerak melengkung ke depan .... buah dadanya yang montok dan
padat itu semakin menonjol di hadapanku .... cipratan-cipratan isi gelasku
semakin mendekati buah dadanya ..... dan ketika pada bagian yang tepat
kutangkupkan mulut gelas itu pada buah dadanya yang sebelah kiri dan melingkari
putingnya, terendam oleh minuman isi gelas itu .... tubuhnya tergetar ....
kulihat kepalanya mendongak ke atas dengan rambut terurai lepas ke belakang
tubuhnya ..... punggungnya semakin melengkung ..... ia merintih ......
kukocok-kocok isi gelas itu .... menjauh .... mendekat ... dan membasahi
putingnya .... setiap kali minuman isi gelas itu membasahi putingnya setiap
kali itu pula kudengar rintihannya .....
Beberapa
saat kemudian dengan cepat kulepaskan gelasku dari dadanya dengan sedikit
menumpahkan isinya, kuteguk sampai habis isinya dan kuletakkan di atas meja.
Berikutnya wajahkupun terbenam di antara montoknya buah dada yang ada di
depanku. Kuhisap perlahan-lahan bekas-bekas minuman yang membasahi dadanya ....
putingnya .... Maria mendekap kepalaku dengan kuat .... kedua tangannya meremas
rambutku .... desah dan rintihannya terdengar silih berganti ....Maria kemudian
mengangkat wajahku dan menciumku dengan bernafsu .... bibirnya kemudian
merambah pipiku .... telingaku .... kedua tangannya bergerak mengusap-usap
bulu-bulu dadaku .... lumatan bibirnya beraliha ke leherku .... dan semakin
lama semakin turun .... perlahan-lahan .... melumat dadaku .... lidahnya
sesekali menjilati bulu-bulu yang ada disana .... dan ahhhhhhh ..... ia kini
mengulum puting dadaku ..... menghisapnya perlahan-lahan ..... satu tangannya
mulai merambah menelusuri perutku dan semakin turun .... menyelinap ke dalam
celanaku yang memang sudah terbuka sejak tadi ..... kemudian menyelinap lebih
jauh lagi ke dalam celana dalamku .... meraba si Hercules kecil yang sudah tak
sabar ingin bertempur .... lepas dari puting dadaku lumatan bibir dan jilatan
lidahnya bergerak turun ke perutku .... turun lagi .... semakin turun .....
Maria kemudian bergerak turun dari kursi .... ia duduk berlutut di antara kedua
kakiku .... kepalanya mendongak ke atas ... menatapku dengan penuh birahi ....
sesaat kemudian kedua tangannya bergerak melolosi celanaku dan sekaligus itu
pula ia menarik turun celana dalamku .... kuangkat sedikit pantatku untuk
membantunya .... Maria dengan senyuman penuh nafsu menatapku sambil melemparkan
celanaku jauh-jauh ke lantai.
"You're
mine now ....", bisiknya menatapku dengan sinar mata menggoda, ia kemudian
menggenggam si Hercules kecilku. Wajahnya perlahan-lahan bergerak menunduk
..... Diamatinya jagoanku dengan seksama .... sambil tangannya perlahan-lahan
meraba naik turun ..... jari-jari tangannya dengan lembut mengelus ..... mulai
dari akar hingga ujungnya ..... menelusuri setiap urat-urat yang sudah meregang
dan bertebaran disana sini ..... ujung jari telunjuknya kemudian mengelus mulai
dari bagian yang paling bawah ..... dan perlahan-lahan naik mengikuti alur
bulu-bulu yang tumbuh hingga ke bagian tengah ..... kemudian ia mulai
menggenggam lagi lebih erat ..... dicobanya lebih erat lagi ...... tidak bisa
.... genggaman jemari tangannya yang lentik itu telah penuh dengan batang tubuh
Hercules kecilku .... ahhhh .... kudengar desahan dari mulutnya ..... Maria
menggumamkan sesuatu yang tak jelas kudengar ..... ia benar-benar pandai
menikmati sensasi yang mengalir melalui sentuhan-sentuhan jemarinya pada
Hercules kecilku. Sesaat kemudian ia melepaskan genggaman jemarinya, kedua
tangannya menyelinap ke belakang tubuhku .... meremas pinggulku dan menariknya,
berusaha untuk menggeser dudukku untuk lebih maju lagi ..... kubantu dengan
menyorongkan pantatku ke depan .... punggungku kini setengah tersandar ....
pantatku berada di ujung sofa ..... kedua kakiku semakin terbuka lebar .....
jagoanku tersandar dalam keadaan tegang ....
Wajah
Maria kemudian mendekat ..... lidahnya menjulur keluar dan ujungnya sesaat
kemudian menyentuh kantung yang berada di bawah Hercules kecilku .....
menyelinap lebih ke bawah lagi ..... kehangatan jilatan lidahnya mulai terasa
mengalir ..... ujung lidahnya semakin ke bawah .... dan semakin ke bawah .....
melewati batas paling bawah dari kantung yang berisi dengan dua bola itu .....
dan semakin ke bawah lagi .... nyaris menyentuh rectum-ku ..... tubuhku
tergetar ..... tanpa kusadari pantatku sudah terangkat dengan sendirinya
....Maria kemudian menatapku ..... tak lama kemudian ia menggerakkan jilatan
ujung lidahnya naik ke atas ..... perlahan-lahan ..... menggaris di antara
rectum dan kantong bolaku ...... naik lagi ..... kedua matanya masih menatapku
..... menikmati setiap perubahan air mukaku yang semakin memerah dibakar api
birahi ..... ujung lidahnya kini berada pada bagian akar Hercules kecilku ....
salah satu tangannya menyelinap di antara belahan pantatku ..... menyentuh rectum-ku
..... dan merabanya ..... tubuhku tergetar lagi .... tangannya yang lain
kemudian bergerak keluar dari belakang tubuhku ..... dengan satu jari ia
menarik Hercules kecilku dari sandarannya untuk berdiri tegap ...... Maria
melanjutkan perjalanan lidahnya ..... naik semakin ke atas ..... perlahan-lahan
..... setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik ..... teramat perlahan .....
melewati bagian tengah ..... naik lagi ..... ke bagian leher ...... kedua
tanganku tak kusadari sudah mencengkeram ujung sofa ..... Ujung lidahnya naik
lebih ke atas lagi dan .... Ops ! Hercules kecilku meronta ketika ujung
lidahnya menyentuh bagian terbawah dari kepalanya .... perlahan-lahan dengan
dibantu tarikan jari tangannya ia melanjutkan jilatan ujung lidahnya
mengelilingi bagian bawah kepala Hercules kecilku ... desisan dari mulutkupun
tak dapat kutahan lagi .... berulang-ulang ujung lidahnya bergerak berkeliling
..... perlahan-lahan .... setiap putaran kurasakan bagaikan kenikmatan yang tak
pernah usai .... begitu nikmat .... begitu perlahan .... setiap kali
kutundukkan wajahku melihat apa yang dilakukannya setiap kali itu pula kulihat
Maria masih tetap memandang wajahku ....
Sesaat
kemudian Maria kulihat melepaskan tangannya dari tubuh Hercules kecilku, ia
menyibakkan rambutnya ke samping .... satu jarinya kembali menarik bagian bawah
tubuh Hercules kecilku .... dengan sedikit memiringkan kepalanya Maria kemudian
mulai menurunkan wajahnya mendekati kepala Hercules kecilku .... sesaat
kemudian ia mulai merekahkan kedua bibirnya .... ketika bibirnya nyaris
menyentuh ia menghentikan gerakan turun wajahnya ..... ia kemudian membuka
mulutnya lebih lebar .... kurasakan kehangatan hembusan napas dari mulutnya
pada kepala Hercules kecilku ... pandangan matanya kini hanya tertuju pada
ujung kepala Hercules kecilku .... ia semakin lebar membuka mulutnya ... lebih
lebar lagi ... dan ..... Luar biasa, dengan berhati-hati ia memasukkan kepala
Hercules kecilku ke dalam mulutnya tanpa tersentuh sedikitpun oleh bibirnya !!!
Perlahan-lahan
dengan sangat berhati-hati Maria semakin menunduk dan memasukkan Hercules
kecilku lebih dalam lagi ke mulutnya .... kini seluruh bagian kepalanya sudah
berada di dalam .... sesaat kemudian bergerak perlahan-lahan semakin jauh ....
hingga di bagian tengah batang tubuh Hercules kecilku .... saat itulah
kurasakan kepala Hercules kecilku menyentuh bagian terdalam mulutnya ....
tubuhku tersentak sesaat ....
Maria
kemudian menempelkan seluruh lidahnya pada tubuh Hercules kecilku .... kedua
bibirnya sesaat kemudian merapat .... kurasakan kehangatan yang luar biasa
nikmatnya mengguyur sekujur tubuh Hercules kecilku ... perlahan-lahan kemudian
kepala Maria mulai naik dengan gerakan spiral ... bersamaan dengan itu pula
kurasakan tangannya menarik turun bagian bawah batang tubuh Hercules kecilku
.... hingga ketika bibir dan lidahnya mencapai di bagian kepala .... kurasakan
bagian kepala itu semakin membengkak dan sensitif .... begitu sensitifnya
hingga bisa kurasakan kenikmatan hisapan dan jilatan Maria begitu merasuk dan
menggelitik seluruh urat-urat syaraf yang ada di sana .... selesai melumat
kepala Hercules kecilku ia perlahan kemudian menundukkan kepalanya lagi .....
mengulanginya dengan cara yang sama ..... turun .... naik dengan gerakan spiral
.... tangan mengocok ke bawah ..... menjilat .... menghisap .... turun lagi ...
begitu seterusnya berulang-ulang .... aku tak mampu lagi menatapnya ....
tubuhku semakin lama semakin melengkung ke belakang .... kepalaku sudah
terdongak ke atas ... kupejamkan mataku ....Maria begitu luar biasa
melakukannya ... tak sekalipun kurasakan giginya menyentuh kulit Hercules
kecilku ... tangannya yang lain tak henti-hentinya meraba rectumku ...
terkadang meraba disekelilingnya ... terkadang ia menyentuhkan ujung kukunya
tepat di tengah-tengahnya .... Hercules kecilku semakin meronta-ronta ....
denyut-denyut nikmat semakin kurasakan belarian di sepanjang tubuh Hercules
kecilku .... seluruh otot di tubuhku serasa meregang .... tak kusadari mulutku
mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan .... silih berganti dengan namanya yang
entah sudah berapa kali kuteriakkan .... semakin lama kenikmatan itu semakin
menggila .... tubuhku menggelinjang ke sana kemari .... pikiranku sudah
melayang-layang jauh entah ke mana .... tak kusadari lagi sekelilingku ....
terhempas oleh gelombang kenikmatan yang mendera seluruh urat syaraf di tubuhku
..... yang semakin tinggi .... dan semakin tinggi ... dan ketika aku nyaris
sampai di tepi pantai letak puncak kenikmatan .... kurasakan ada sesuatu yang
menahan laju perahu birahiku ..... aku menggeliat ... meronta .... berusaha
melepaskan sesuatu yang menahan laju perahuku .... namun tarikan yang menahan
itu juga semakin kuat .... perlahan-lahan kemudian aku kembali ke alam sadarku
.... kurasakan sesuatu memijit dan mengurut belakang leherku ... kubuka mataku
..... kulihat wajah Maria tersenyum berada di depan wajahku, tangan kirinya
berada di belakang leherku , kutengok ke bawah, tangan kanannya menggenggam
dengan erat persis di bagian leher Herculesku, mencekiknya .....
"Wait lover ... save it for me
.... I have better place for that ... ",
bisiknya sambil tersenyum dan menepuk-nepuk pipiku.
Gila !
Luar biasa ! Belum pernah kualami hal seperti ini. Memang ada beberapa diantara
wanita-wanita yang pernah 'mengayuh perahu birahi' bersamaku terkadang juga
suka mengendalikan. Tapi belum pernah aku dikendalikan seorang wanita dengan
cara sedahsyat yang barusan kualami. Maria benar-benar menguasainya, ia dengan
lihainya telah menyeret diriku ke dalam gelombang kenikmatan, kemudian mengayun
dan menghempaskannya, dan akhirnya menghentikannya di saat yang tepat sebelum
tenggelam.
"You
must be goddess ....", bisikku sambil menggeleng-gelengkan kepala
terkagum-kagum oleh kehebatannya. Maria tertawa manja.
"Eh,
bisa mati tuh kalo kamu cekik terus begitu ...", bisikku lagi merasakan
genggaman tangannya yang tak kunjung mengendur pada Hercules kecilku. Maria
tertawa geli,
"Is
he okay now ? Jangan sampe mati donk ....bisa gila aku nanti ...",
balasnya sambil melepaskan genggamannya pada Hercules kecilku yang masih
berdiri tegap namun sudah lebih tenang. Sesaat kemudian ia bergerak menempatkan
kedua lututnya di samping pinggangku , kedua telapak kakinya menekan sisi luar
kedua pahaku dan perlahan kemudian ia merangsek lebih maju lagi, bibir gua
kenikmatannya menempel pada perutku, kedua tangannya kemudian memegang wajahku.
Ia merunduk dan mengecup bibirku .... kuusap punggungnya .... dan turun kebawah
meremas bongkahan seksi pantatnya ....
Maria
kemudian mulai menaikkan bagian bawah tubuhnya lebih tinggi lagi ....
kusorongkan bagian bawah tubuhku lebih maju lagi hingga pantatku lepas dari
sofa. Tangannya tak lama kemudian mulai menggenggam Hercules kecilku ..... pada
saat itulah tanpa kusengaja dari balik ketiak Maria kulihat seseorang memutar
handle pintu ruangan kantor Maria .... pintu itu akhirnya tanpa mengeluarkan
suara terbuka sedikit demi sedikit .... dari celah pintu itu kulihat ada kepala
menyelinap masuk .... kepala si Dessy sekretaris Maria !!! Ia rupanya tak
mengetahui kalau aku melihatnya, matanya terbelalak menatap pemandangan luar
bisa yang ada di depannya, mulutnya ternganga ketika ia melihat Maria yang
membelakanginya dalam posisi setengah berlutut sedang menggenggam Hercules
kecilku .... dan menuntunnya untuk segera mendobrak pintu gerbang kenikmatannya
.....
Ketika
ujung kepala Hercules kecilku sudah berada di tempat yang tepat, Maria perlahan
menurunkan pantatnya .... ujung kepala Herculesku menyentuh pintu gerbang itu
.... Maria mendesah .... sesaat kemudian ia mendesakkan miliknya untuk lebih
turun ... dan lebih turun lagi ... ujung kepala Herculesku mulai menyelip
diantara celah yang mulai membuka itu .... Maria berusaha mendesakkan lagi
tubuh bagian bawahnya .... tertahan .... didesaknya lagi .... masih tertahan ....
Maria membuka kedua lututnya lebih lebar lagi ..... ia kemudian mendesakkan
lagi pintu gerbangnya .... perlahan-lahan dengan susah payah kepala Hercules
kecilku menyelinap masuk .... terjepit erat .... tubuh Maria tergetar sesaat
.... ia kemudian melepaskan genggaman tangannya .... kedua tangannya kini
setengah bertumpu di dadaku ....perlahan-lahan kemudian ia menurunkan bagian
bawah tubuhnya semakin ke bawah .... dan perlahan-lahan pula kurasakan batang
tubuh Hercules melesak masuk menelusuri gua kenikmatan Maria .... mili demi
mili .... begitu sesak kurasakan .... walaupun terasa pula sangat licin dan
hangat .... dan seiring dengan itu rintihan kenikmatan Maria terdengar ...
semakin dalam Hercules kecilku menerobos masuk, kepala Maria semakin terdongak ke
atas .... hingga akhirnya gerakan turun tubuhnya terhenti .... kurasakan kepala
Hercules kecilku menyentuh bagian dasar gua kenikmatan itu .... Maria terduduk
dengan terengah-engah .... kuremas-remas pinggulnya .... beberapa saat kami
terdiam dalam posisi seperti itu ...
Maria
kemudian menundukkan wajahnya, bibirnya menghampiri dan melumat bibirku ....
lidahnya masuk ke dalam mulutku dan saling memilin dengan lidahku .... sesaat
kemudian ia mengecup dan melumat leherku.
"Mmmmhhhh
.... kasih tanda ...ehhhhh ..... supaya dia pergi ....", bisiknya sambil
mendesah di telingaku membuatku terkejut karena ternyata ia juga tahu kalau ada
yang mengintip. Dan ketika kuperhatikan lagi si Dessy yang sedang mengintip di
antara celah pintu itu tampak menutup mulut dengan tangannya, terperangah oleh
pemandangan yang mengusik nafsu birahinya. Untuk mengusirnya pergi akhirnya
dengan iseng kulambaikan tanganku ke arahnya, seolah-olah memanggilnya untuk
mendekat. Kulihat mata Dessy terbelalak, rupanya ia terkejut karena aku
mengetahui kehadirannya, sedetik kemudian ia buru-buru merapatkan kembali pintu
itu.
"Gara-gara
kamu iseng di telpon tuh ...", bisik Maria sambil tersenyum.
"Kamunya
aja yang keterlaluan merintih-rintih ...", balasku menggoda.
"Ihh
... kamu emang gila kok .... pantesan si Dessy ... auchhh ...", Maria
menjerit lirih ketika di tengah pembicaraannya kusodokkan Hercules kecilku
menekan dasar liang surga dunianya.
"Awas
kamu ya ...", Maria meremas dadaku dan menggoyangkan pinggulnya
berputar-putar .... ahhhhh .... Hercules kecilku bagaikan dipelintir dengan
lembut .... kulumat puting susunya dengan bibirku ... Maria menggelinjang dan
merintih .... sambil menggoyang berputar pinggulnya bergerak naik perlahan
..... batang Hercules kecilku bergerak keluar hingga hanya kepalanya saja yang
tertinggal di dalam .... perlahan-lahan pinggul Maria bergerak turun ....
hingga mentok ke bagian dasar .... kemudian naik lagi dengan gerakan berputar
.... turun lagi .... begitu seterusnya ....
Bukan
kepalang nikmat yang kurasakan .... tubuhnya naik turun perlahan-lahan ....
seiring dengan desah dan rintihannya .... kedua tangannya tak henti-henti
meraba dadaku .... terkadang ia memilin kedua puting susuku dengan jarinya ....
terkadang ia mengerang ketika Hercules kecilku yang sudah mencapai dasar
liangnya masih kutekan lebih jauh ke atas lagi .... pikiranku kembali
melayang-layang .... terombang-ambing di tengah samudera birahi .... seluruh
indera tubuhku seakan terpaku kepada kenikmatan syahwat yang sedang menjajahku
.... menyaksikan seorang wanita yang cantik dengan tubuh mulus seksi bergerak
naik turun memompakan kenikmatan demi kenikmatan ke sekujur tubuhku ....
kurasakan Hercules kecil bagaikan seorang narapidana yang tersekap di penjara
.... meronta .... menerjang-nerjang .... mengerahkan seluruh kekuatannya untuk
bertahan .... namun himpitan dinding penjara itu lebih banyak mengendalikannya
..... membuatnya semakin lama semakin tak berdaya .... kurasakan waktu baginya
sudah tak lama lagi .... kukerahkan segenap kemampuanku untuk bertahan ....
kucoba mengatur napasku yang terengah-engah .... Maria melumat bibirku ....
ahhhh .... betotan nafsu yang dipompakannya lebih berkuasa ketimbang akal
pikiranku .... nikmat yang kurasakan semakin memuncak .... kucoba untuk
memasukkan segala sesuatu ke dalam otakku .... sistem analisa, struktur
organisasi, komputer, design, 2x2=4,4x4=16,16x16=.... terlambat ..... kurasakan
Hercules kecilku sudah berdenyut-denyut ....
"Ahhhhh
.... biarin .... biarin nDra .... ssshh ... let it go ....mmmhhh ....",
bisiknya sambil mendesah, rupanya ia mengerti aku sedang berjuang untuk menahan
ejakulasiku ketika dilihatnya aku terdiam dengan mata terpejam.
Maria
kemudian memeluk dengan erat leherku ... menarikku hingga tubuh kami melekat
dan menyatu .... sesaat kemudian bibirnya merapat ke bibirku ... kami saling
melumat bibir .... Maria sesaat kemudian menggerak-gerakkan pinggulnya tanpa
menaik turunkan pantatnya .... dan kurasakan Hercules kecilku bagaikan
dikocok-kocok oleh sebuah tangan yang sangat lunak dan licin .... terkadang
terasa ada remasan-remasan lembut .... Maria juga seakan terbawa oleh
kenikmatan yang diberikan kepadaku .... ia merintih dan mengerang di telingaku
.... kurasakan waktuku sudah semakin sempit ..... kupeluk tubuhnya dengan sejadi-jadinya
.... kenikmatan sudah berada di pinggir puncaknya ... Herculesku bergetar-getar
semakin keras dan .... satu ... dua ....
"Yahhhh
.... lepasin .... ahhhhh ..... lepasin nDra". Getaran itu semakin keras
.... tiga ... empat ....
"Ahhh
... mmhhhh .... c'mon lover .... mmhhhhh ....", bisiknya. Seluruh tubuhku
kini bergetar dengan keras .... lima .... jebol .... Hercules kecilku
memuntahkan isi perutnya .... menyembur-nyembur .... membasahi bagian dasar
rongga kenikmatan Maria .... tak kusadari aku sudah mengangkat tubuhku berikut
tubuh Maria lepas dari sofa .... setengah berdiri ...
Perlahan
aku menurunkan tubuhku duduk kembali, kusandarkan kepalaku, menikmati sisa-sisa
gelombang kenikmatan yang baru saja kualami. Napasku terengah-engah, begitu
pula Maria.
"Ouchh ... hhhhhh .... thats
right ... mmhhh ... so beautiful ...", bisik Maria sambil mengecupi bibir dan keningku. Namun kenikmatan itu berbaur dengan kekecewaan di dalam hatiku. Chicken boy
! Loyo ! Kampungan, gerutuku dalam hati mengutuk diriku yang tak mampu
memberikan kepuasan kepada seorang wanita. Kutahu Maria belum sampai ke puncak
kenikmatannya. Maria tak bergeming dari posisinya, Hercules kecilku yang masih
berada di dalam rongga kenikmatannya kini kurasakan sedikit melembek
.
"You're so good, that was so
nice Maria. Sorry, aku mengecewakan kamu ...", bisikku meminta
maaf.
"It's
okay ...", bisiknya kemudian mengecup lembut bibirku. Maria kemudian
menjulurkan tangannya meraih gelas di meja yang masih berisi sisa minumannya.
Ia meneguknya sesaat, kemudian menyorongkannya ke bibirku, kuteguk hingga habis
sisa minumannya. Minuman dingin itu begitu nikmat membasahi kerongkonganku yang
kering setelah 'berolah raga'. Maria kemudian mencoba merengkuh tubuhku, kutahu
keinginannya untuk berpelukan, kusorongkan tubuhku, kedua tanganku kulingkarkan
ke punggungnya. Kami berpelukan erat.
Tak
lama kemudian, ada rasa dingin kurasakan pada punggungku, rupanya Maria
menempelkan gelas yang tinggal berisi es batu itu ke punggungku. Rasa dingin
itu perlahan-lahan bergeser naik ke atas dan berhenti di tengkukku. Nikmat
rasanya. Sesekali tangannya yang lain memijit-mijit. Tak lama kemudian seluruh
tubuhku terasa segar kembali, rasa dingin dari gelas dan pijitan-pijitan Maria
itu telah mengusir rasa penat setelah bercinta yang kurasakan. Kurasakan bibir
Maria yang sejak tadi berada di leherku kini mulai mengecupinya .... saling
berganti dengan lidahnya yang juga mulai bereaksi .... mengalirkan rasa hangat
ke dalam tubuhku .... silih berganti dengan rasa dingin pada tengkukku ...
amboy .... kuresapi nikmatnya perlakuan Maria pada diriku itu .... Wait !!!
Ada
sesuatu yang kurasakan pada bagian bawah tubuhku .... Ahhh .... kurasakan pada
Hercules kecilku yang sudah melembek itu ada sesuatu yang meremas-remasnya ....
darahku berdesir menyadari apa yang dilakukan Maria dengan menggunakan rongga
kenikmatannya pada Hercules kecilku .... remasan-remasan itu semakin terasa
seiring dengan mulai tegapnya tubuh Hercules kecilku .... satu dua kali
terkadang Maria menggerakkan pinggulnya .... Hercules kecilku semakin tegap
.... salah satu tangan Maria bergerak ke belakang tubuhnya .... turun mengusap
kantong perbekalan Hercules kecilku .... gladiator kecilku mulai meregang
keperkasaannya .... otot-otot si seluruh tubuhnya mulai meregang .... bak
binaragawan yang sedang berlomba .... kepalanya semakin lama semakin menjulur
ke atas .... Maria semakin menggoyangkan pinggulnya .... dan .... Happ !!!
Kepala Hercules kecilku menyentuh bagian dasar gua kenikmatan Maria. Tubuh Maria tergetar sesaat.
"Yesss !!! I knew it ! I really knew it !", sorak Maria dengan suara
berbisik, matanya berbinar-binar.
"Apaan
sih ?", tanyaku sambil tersenyum.
"Nggak
usah tanya-tanya ah ! You're
really my lover. Jagoan ! Hebat kamu,
cuman semenit udah .... hi...hi...hi", Maria terkekeh. Aku hanya
tersenyum, dalam hati aku benar-benar angkat topi kepadanya. Ia benar-benar
pandai menghargai perasaan pasangannya. Padahal kalau kupikir-pikir sebenarnya
kalau nggak dari upayanya yang lihai itu mana mungkin aku bisa siap
'tanding-ulang' dalam waktu secepat itu. Kebiasaanku paling tidak butuh
setengah jam, itupun kalau nggak ketiduran.
Maria
menjulurkan tangannya untuk meletakkan gelas minumannya di meja. Ia
menggerakkan tubuhnya naik, perlahan-lahan mengeluarkan Hercules kecilku dari
rongga kenikmatannya, dan sebelum bagian kepalanya terlepas ia menggenggam
bagian bawahnya, kemudian ia melanjutkannya hingga tinggal ujung kepala
Hercules kecilku yang masih menempel di mulut gua kenikmatannya. Maria terdiam
beberapa saat dalam posisi seperti itu, dan perlahan-lahan cairan muntahan
Hercules kecilku keluar dari dalam guanya, menetes dan jatuh ke kepala Hercules
kecilku, kemudian mengalir ke bawah membasahi pangkal pahaku. Setelah tak ada
lagi yang menetes keluar, Maria mengambil tissue yang ada di atas meja,
perlahan-lahan ia membersihkan cairan yang membasahi pangkal pahaku itu, tanpa
membuat ujung kepala Hercules kecilku terlepas dari bibir liang syahwatnya. Sesaat
kemudian ia membuang tissue itu dan menggerakkan tubuhnya turun, membenamkan
kembali Hercules kecilku untuk masuk ke dalam kehangatan rongga yang licin itu
.... ia menggigit bibir bawahnya .....
Dan
bagiku itu adalah suatu tanda untuk memulai lagi perjalanan bahtera birahi
kami. Kurengkuh tubuhnya dan tanpa memisahkan tubuh kami yang sudah menyatu
perlahan kubaringkan ia pada sofa itu. Kuletakkan kepalanya pada sandaran
tangan sofa. Tubuhku bertumpu pada siku menindih tubuhnya .... Kami saling
berpandangan ..... kubelai rambutnya .... ia mengusap dadaku ....
"Kamu
luar biasa ....", bisikku dengan nada kagum kepadanya.
"That's nothing .... I know
that guys always better in the second round, coba lihat nanti", ucapnya
dengan tersenyum menggoda.
"Hmmm ... you should be a
goddess ...", ujarku memuji.
"Which one, Venus atau
Aphrodite ?", tanyanya bercanda.
"Both !", balasku
bercanda.
"Enough of this chit-chat
!", sergah Maria, bibirnya melumat bibirku.
Aku mulai menarik mundur prajuritku
.... perlahan-lahan .... Maria semakin ganas melumat bibirku .... kudorong maju
lagi .... mundur .... maju .... semuanya dengan perlahan-lahan .... kedua
tangan Maria pun tak tinggal diam .... berkeliaran di belakang tubuhku .... ia
melepaskan lumatannya pada bibirku dengan napas terengah-engah .... dan sesaat
kemudian telah berubah menjadi desah dan rintihan .... tubuhnya mulai
menggelinjang ..... sesaat kemudian ia menumpangkan salah satu kakinya ke atas
sandaran sofa .... mengangkang lebih lebar .... kedua tangannya kemudian
merayap ke pantatku .... meremas dan menekannya .... setiap kali bergerak naik
ke atas ia selalu menekannya kembali .... kucoba agak mempercepat gerak naik
turunku .... ia kini melepaskan tekanan tangannya ..... kusadari keinginannya
.... kuturunkan salah satu kakiku memijak lantai .... perpaduan posisi tubuh
kami kini membuatku lebih leluasa untuk bergerak makin cepat .... pinggul Maria
mulai bergerak mengimbangi .... kupercepat gerakanku .... kupercepat lagi
hingga batas yang memungkinkan .... kupertahankan kecepatan itu tanpa
mengurangi atau melebihinya .... kurasakan rongga kenikmatan Maria semakin
membasah dan licin .... mulutnya tak henti-hentinya mendesah .... merintih ...
mengerang .... kukerahkan seluruh tenagaku untuk memompakan terus kenikmatan
demi kenikmatan kepadanya .... kurasakan kebenaran ucapannya ..... "guys
always better in the second time" .... tak ada sama sekali tanda-tanda
kekalahan pada Hercules kecilku .... ia begitu perkasa .... meregangkan seluruh
otot-otot ditubuhnya untuk bertempur dengan gegap gempita .... mendesak ....
menerjang kesana kemari .... tak memberi kesempatan sedikitpun kepada musuh
untuk menguasai jalannya pertempuran .... memporak porandakan seluruh
pertahanan musuh ....
Maria semakin larut dalam
kenikmatan .... bagian belakang tubuhku mulai dari punggung hingga pantat habis
diremas-remasnya .... ia kemudian menaikkan kedua kakinya melingkari pinggangku
.... kedua tumitnya saling mengait .... mengunci tubuhku .... kedua tangannya
menarik dan menekan pantatku .... pinggulnya naik bergerak ke atas menyambut
setiap gerak turun tubuhku .... seolah ingin membantu menghujamkan Hercules
kecilku lebih dalam lagi ke dasar liang kenikmatannya ....
Keringat mulai mengucur di seluruh
tubuhku jatuh dan bercampur dengan keringat tubuhnya .... kedua tubuh kami
bagaikan di hempas gelombang badai .... terbanting-banting ke sofa .... tulang
pubic kami secara ritmis saling bertabrakan .... menerbitkan pekikan-pekikan
lirih dari mulutnya .... wajahnya kian memerah .... kedua alisnya semakin
mengernyit .... kurasakan dinding-dinding rongga kenikmatannya semakin lama
semakin menghimpit ..... otot-otot didalamnya semakin terasa meremas-remas ....
kulihat kedua matanya sudah setengah terpejam .... mulutnya setengah terbuka
dengan lidah mengambang di tengah-tengahnya .... ia rupanya sudah berada di
ambang puncak kepuasannya.
Tak lama kemudian ia memeluk diriku
sejadi-jadinya ..... kubalas dengan memeluk erat tubuhnya ..... kubenamkan
Hercules kecilku sedalam-dalamnya .... hingga menyentuh dasar ..... dan
kubiarkan terdiam menekannya .... kunanti saat-saat yang paling mengesankan itu
.... dan tak lama kemudian .... dinding-dinding rongga kenikmatannya mulai
berkontraksi .... semakin lama semakin keras .... dan semakin keras ....
berkontraksi dengan hebat .... Maria memekik lirih .... kugerakkan pinggulku
maju mundur perlahan-lahan .... sambil menekan tulang pubicnya dengan bertenaga
.... kudekap dengan erat bongkahan pantatnya .... kontraksi itu semakin
berkelanjutan ..... seiring dengan gerakan pinggulku .... dibarengi oleh
pekikan-pekikan lirih Maria ..... seluruh tubuhnya bergetar hebat .... entah
sudah berapa kali ia meneriakkan namaku disela-sela pekikannya .... hingga ia
tak sanggup lagi meneriakkan pekik nikmatnya itu ... agaknya kenikmatan itu
terlalu memuncak baginya ... Maria menggigit bahuku .... beberapa detik lamanya
.... hingga akhirnya pelukannya mulai mengendur .... tangannya menahan
pinggulku untuk menghentikan gerakannya .... tubuhnya terkulai .... kusandarkan
kembali kepalanya .... ia terpejam dengan napas terengah-engah ....
Mungkin
hampir dua menit lamanya ia dalam keadaan seperti itu, kubiarkan ia menikmati
sisa-sisa kenikmatan yang barusan dirasakannya. Napasnya semakin teratur dan
tak lama kemudian ia membuka kedua matanya.
"Beautiful .......",
bisiknya lirih. Aku hanya tersenyum, kuusap keningnya yang basah oleh keringat,
kemudian kukecup dengan lembut. Kedua tangannya kemudian mengusap punggungku,
menyapu keringat yang membasahi di sana, kemudian wajahku, dadaku ....Jari
tangannya bagaikan otomatis memilin puting dadaku .... membuatku meggelinjang
.....Hercules kecilku yang masih berdiri tegar dan kokoh menggeliat di dalam
benaman rongga kenimatannya
.....
"I
want more ....", bisiknya dengan suara mendesah.
"My pleasure lady ....",
sahutku dan kemudian mulai mengecup dan melumat bibirnya.
Sesaat kemudian aku mulai bergerak lagi .... memompakan kenikmatan bagi
kami berdua .... yang semakin lama semakin memuncak .... desah dan rintihannya
kembali menggema memenuhi ruangan .... seiring dengan gelinjang dan geliatan
tubuhnya .... pinggulnya menari-nari mengimbangi setiap ayunan tubuhku ....
kurasakan dinding-dinding rongga kenikmatannya semakin sensitif ..... hampir
dalam setiap gerakan tubuhku disambutnya dengan remasan-remasan .....
otot-ototnya mencengkeram dan melepas bergantian .... seiring dengan keluar
masuknya Hercules kecilku .... mencengkeram disaat ia hendak keluar .... dan
melepaskannya ketika masuk ..... begitu nikmat .... dan kenikmatan itu begitu
terasa menguasai seluruh urat syarafku .... nyaris kembali membobolkan
pertahananku ..... namun Maria tak membiarkannya .... ia menekan pinggulku
untuk berhenti bergerak .... dan terdiam beberapa saat untuk mengendorkan
serbuan rasa nikmat yang menguasai diriku .... hingga aku mampu mengontrol
kembali diriku .... dan bergerak lagi ... menabuh irama birahi bersamanya ....
dan menarikan tarian nafsu birahi .... menggelinjang .... menggeliat .....
merintih .... mendesah .... mengerang .... silih berganti .... dan
menghentikannya disaat aku mulai kehilangan kendali .... demikian seterusnya.
Entah sudah berapa kali aku terhenti untuk mengendalikan diriku,
terkadang aku sendiri mampu mengontrolnya namun tak jarang pula Maria dengan
piawainya mengetahui dan menghentikan irama percintaan kami, namun dengan cara
bercinta seperti itu yang jelas sudah beberapa kali kurasakan serangkaian
kontraksi pada dinding liang kenikmatannya yang diiringi pekik-pekik lirihnya.
Maria benar-benar mengendalikan diriku, aku bagaikan 'sex-machine'
baginya, bagaikan 'kuda Troja' yang ditunggangi untuk mengantarnya berkali-kali
ke puncak kenikmatannya, namun aku tak perduli, karena kenikmatan yang
kurasakan juga benar-benar membuai diriku, begitu lama, begitu panjang,
membuatku lupa akan dunia nyata, lupa waktu, lupa berada di mana, yang ada
hanya diriku dan dirinya di suatu tempat yang kutak tahu dimana dan apa
namanya, semuanya begitu maya.Tubuhku dan tubuhnya sudah bersimbah peluh hasil
olah asmara kami, namun semua itu tidak kami perdulikan, kami terus bergerak
dan bergerak.
Maria
kemudian berbisik di telingaku meminta untuk berada di atas ketika dilihatnya
kedua tanganku yang menopang tubuhku tak kusadari sudah gemetaran. Dengan serta
merta kuangkat tubuhnya untuk duduk dipangkuanku, Maria membalas dengan memeluk
erat tubuhku, kemudian dengan berhati-hati kuputar posisi tubuhku dan
perlahan-lahan rebah bersandar menggantikan tempat Maria, tanpa melepaskan
sedikitpun pertautan tubuh kami.
Maria
kemudian mulai menggerakkan pinggulnya .... kedua tangannya bertumpu pada
dadaku .... sesekali tubuhnya membungkuk mendekat dan kemudian bibirnya melumat
bibirku .... lidahnya terkadang menyelinap masuk dan memilin lidahku .... dan
jika tubuhnya menjauh dengan serta merta kuciumi buah dadanya .... kuhisap
puting susunya .... membuatnya semakin mengerang-erang nikmat .... kedua
tanganku tak henti-henti menjalari seluruh tubuhnya ... punggungnya ....
pinggulnya ... kedua bukit pantatnya ..... dan meremas-remas di sana ....
menyentuh dan meraba rectumnya .... tubuhnya semakin hebat menggelinjang dan
menggeliat..... dan serta merta pula kurasakan remasan-remasan pada sekujur
tubuh Hercules kecilku semakin menjadi-jadi .....
Kami
bagaikan sepasang pendaki yang sedang menjelajahi rimba asmara .... bergegas
.... berpacu ..... mengerahkan seluruh tenaga .... untuk bersama-sama menuju ke
puncak kenikmatan .... terkadang salah satu diantara kami tertinggal .... maka
yang lain menunggu dan menggapai untuk kembali berpacu bersama ..... saling
memacu .... saling menunggu .... seolah ada kata sepakat yang tak diucapkan
..... hasrat yang tak tersirat .... yaitu ingin meraih puncak itu secara
bersama-sama .... kata-kata
"Tunggu
!", "Wait !", "Not now !" dan semacamnya silih
berganti terucap oleh kami berdua ....
Upaya
itu akhirnya tak sia-sia ketika Maria melihatku meregang menahan nikmat dan
kurasakan pula kontraksi liang kenikmatannya mulai terasa .... dengan satu
jeritan lirih ia menghujamkan pantatnya ke bawah sejauh-jauhnya ..... Hercules
kecilku melesak masuk hingga ke akar-akarnya .... Maria kemudian merebahkan
tubuhnya menindih tubuhku ..... ia memeluk dan membenamkan wajahnya di samping
wajahku .... kupeluk dengan erat punggungnya .... kedua kakinya tak lama
kemudian merapat ..... dinding rongga kenikmatannya semakin hebat menghimpit
seluruh tubuh Hercules kecilku .... kemudian ia menggerakkan pinggulnya naik
turun dengan hanya mengkontraksikan otot yang ada di pantat dan pinggulnya ....
mengocok dan meremas batang tubuh Hercules kecilku .... perlahan-lahan .....
denyut-denyut di sekujur tubuh Hercules kecilku bagaikan saling sahut menyahut
dengan kontraksi liang kenikmatannya .... semakin lama semakin intens .....
Maria
mengerahkan segala kemampuannya untuk menggiring gelora kenikmatan kami selama
mungkin ..... tak sekalipun ia mempercepat gerakan pinggulnya ..... tetap perlahan-lahan
..... menggecak .... meremas .... mengocok ..... rintihan dari mulutnya semakin
menjadi-jadi ..... silih berganti dengan namaku yang disebut-sebutnya .....
tubuhku dan tubuhnya semakin meregang ..... otot-otot diseluruh tubuhku seakan
dibetot keluar secara perlahan-lahan .... semakin lama pelukan kami semakin
menggila ..... kami berdua terengah-engah berusaha menarik napas yang semakin
lama semakin sulit ..... seiring dengan kenikmatan yang sudah di ambang batas
puncaknya .... sejengkal demi sejengkal ..... langkah demi langkah .....
berusaha meraih puncak kenikmatan ..... kutahan napasku .... dan mungkin juga
sudah tak mampu bernapas lagi ..... dan ..... Byarrr !!! Tergapailah puncak
kenikmatan itu ..... gelombang demi gelombang kenikmatan menerpa tubuh kami
berdua ..... Maria menjerit-jerit histeris ..... saling memeluk dan merengkuh
dengan diriku .... seakan hendak meluluh lantakkan masing-masing tubuh kami
..... gelombang itu tak surut-surutnya melempar-lemparkan kedua tubuh kami ke
dalam samudera kenikmatan ..... bagaikan pusaran air ... menghisap dan menelan
tubuh kami ke dalamnya ..... hingga akhirnya kurasakan mataku berkunang-kunang
..... pikiranku melayang-layang ..... sekelilingku serasa buram .....
samar-samar .... yang ada hanya nikmat yang kurasakan menggedor-gedor seluruh
jiwaku ..... tak kusadari lagi semua yang ada di luar diriku ..... bahkan
tubuhku sendiri sudah tak terasa lagi ..... entah ada entah tiada .....
Entah
berapa lama aku dalam keadaan 'collaps' seperti itu, hingga akhirnya
perlahan-lahan kurasakan sakit pada bahuku seiring dengan kesadaranku yang
kembali pulih, saat itulah kusadari ternyata aku masih menahan napasku dan
serta merta dengan tersengal-sengal kutarik napas sebanyak-banyaknya. Kulihat
bahuku yang berdarah dan bertanda bekas gigitan, samar-samar kudengar suara
isakan tangis yang tertahan dari bibir Maria yang memeluk dan menyandarkan
kepalanya di dadaku.