Senin, 23 Desember 2013

KISAH WINDA ( eps 1 ; Nikmat Terbalut Guna – Guna )



Kisah ini di mulai saat Winda seorang ibu muda, 26 tahun yang telah bersuami dan mempunyai seorang anak berumur 1 tahun di tempatkan di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman-Sumatera Barat.  Kabupaten ini terletak di pesisir selatan Sumatera Barat. Demi karirnya di sebuah Bank swasta pemerintah, ia terpaksa bolak balik Padang - Lubuk Sikaping tiap akhir minggu mengunjungi sang suami yang menjadi dosen pada sebuah Universitas di kota Padang.
-------------
Awal Winda mengenal Johan sejak Winda kost di rumah milik kakak perempuannya. Winda tidak begitu kenal dekat, Winda hanya menganggukkan kepala saja saat bertemu dengannya. Diapun begitu juga pada Winda. Jadi mereka belum pernah berkomunikasi langsung. Yah, sebagai adik pemilik rumah tempat kostnya, Winda harus bisa menempatkan diri seakrab mungkin. Apalagi sifatnya yang suka menyapa dan memberi senyum pada orang yang Winda kenal. Winda tahu diri sebab Winda adalah pendatang di daerah yang cukup jauh dari kota tempat Winda bermukim.

Begitu juga dengan latar belakang Johan Winda tidak begitu tahu. Mulai dari statusnya, usianya juga pekerjaannya. Perkenalan mereka terjadi di saat Winda akan pulang ke Padang. 

Saat itu hari jumat sore sekitar jam 17.30. Winda tengah menunggu bis yang akan membawanya ke Padang, maklum di depan rumah kost nya itu adalah jalan raya Lintas Sumatera, jadi bis umum yang dari Medan sering melewatinya. Tak seperti biasanya meskipun jam telah menunjukan pukul 17.50, bis tak kunjung juga lewat. Winda jadi gelisah karena biasanya bis ke Padang amatlah banyak. Jika tidak mendapat yang langsung ke Padang, Winda transit dulu di Bukittinggi, dan naik travel dari Bukittinggi.

Kegelisahannya saat menunggu itu di lihat oleh ibu pemilik kost Winda. Ia lalu memanggil Winda dan mengatakan bahwa adiknya Johan juga mau ke Padang untuk membawa muatan yang akan di bongkar di Padang. Dengan sedikit basa basi Winda berusaha menolak tawarannya itu, namun mengingat Winda harus pulang dan bertemu suami dan anaknya, maka tawaran itu Winda terima. Yah, lalu Winda naik truknya itu menuju Padang. 

Selama perjalanan Winda berusaha untuk bersikap sopan dan akrab dengan lelaki adik pemilik kostnya itu yang akhirnya Winda ketahui bernama Johan. Usianya saat itu sekitar 45 tahun. Lalu mereka terlibat obrolan yang mulai akrab, saling bercerita mulai dari pekerjaan Winda juga pekerjaan Johan sebagai seorang sopir truk antar daerah. Iapun bercerita tentang pengalamannya mengunjungi berbagai daerah di pulau Sumatera dan Jawa. Winda mendengarkannya dengan baik. Dia bercerita tentang suka duka sebagai sopir, juga tentang stigma orang-orang tentang sifat sopir yang sering beristri di setiap daerah. Windapun memberikan tanggapan seadanya, dapat dimaklumi karena Winda yang di besarkan dalam keluarga pegawai negeri tidak begitu tahu kehidupan sopir.

Windapun bercerita juga tentang pekerjaannya di bidang perbankan dan suka dukanya. Iapun sempat memuji Winda yang mau di tempatkan di luar daerah, dan rela meninggalkan keluarga di kota Padang. Ya Winda tentunya memberikan alasan yang bisa diterima dan masuk akal.

Winda juga memujinya tentang ketekunannya berkerja mencari sesuap nasi dan tidak mau menggantungkan hidup kepada keluarga kakaknya yang juga termasuk berada. Iapun berkata bahwa truk yang ia sopiri itu milik kakaknya itu, setelah ia dan suaminya pensiun dari guru. Sedangkan anak-anak kakaknya itu sudah bekeluarga semua, juga bekerja di beberapa kota di Sumatera juga Jakarta.
 
Selama perjalanan itu mereka semakin akrab. Winda sempat bertanya tentang keluarga Johan. Ia tampak sedih, menurutnya sang istri minta cerai dengan membawa serta 2 orang anaknya. Johan memberi tahu dirinya sebab musabab ia bercerai dengan lengkap, istrinya meminta cerai karena ada hasutan dari keluarganya bahwa seorang sopir suka menelantarkan keluarga. Padahal bagi Winda, hal itu tidaklah begitu penting, namun sebagai lawan bicara yang baik selama di perjalanan lebih baik mendengarkan saja. Hingga akhirnya Winda sampai di dekat rumahnya di Padang.

Winda di jemput suaminya di perempatan jalan by pass itu, Winda sempat mengenalkan Johan pada suaminya, dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya.  Tak lupa Winda menawarkan singgah untuk makan kerumahnya, namun Johan dengan sopan menolaknya dengan alasan barang muatan truknya harus di bongkar secepatnya. Dan mereka pun berpisah di perempatan by pass itu.

Sejak saat itu, Winda akhirnya sering menumpang truknya ke Padang. Winda jadi tidak kuatir lagi jika tidak ada bis umum yang akan ke membawanya ke Padang. Sejauh itu, keakraban Winda dan Johan, mereka masih dalam batas - batas yang di tentukan norma masyarakat Minang. Ya kadang dalam perjalanan jika perut lapar, mereka singgah untuk makan dan Winda selalu berusaha untuk membayar, sebab sebagai seorang wanita selalu ada perasaan tidak enak, jika semuanya menjadi tanggungannya. Winda tidak mau terlalu banyak berhutang budi pada orang. Itulah prinsip yang dianutnya dari kecil. Masa selama ke Padang udah gratis, makan gratis pula??

Kejadian pulang ke Padang seolah telah biasa bagi Winda bersama Johan. Kadang dia tidak ke Padang, hanya ke Bukittinggi, Winda juga ikut menumpang, lalu dari Bukittinggi Winda naik travel atau bis. Winda pun akhirnya telah menganggap Johan seperti kakaknya sendiri. Itu karena ia sering memberinya petuah tentang hidup, misalnya harus banyak sabar jika jadi istri, juga sikapnya yang baik dimata ibu kost kakaknya itu. Terkadang Winda sering membawakan oleh-oleh untuk ibu kostnya jika pulang, terkadang Winda menyisihkan buat Johan, ya meski harganya tidak seberapa namun ia amat senang.

Selama 2 bulan itu Winda selalu bersama Johan jika ke Padang. Mulailah Johan bersikap aneh. Kini dia jadi sering bicara jorok dan tabu. Juga ia mulai berani bertanya tentang gimana Winda berhubungan dengan suami, berapa lama suaminya bisa bertahan dan berapa kali Winda berhubungan selama seminggu. Pertanyaan-pertanyaannya ini tentu saja membuatnya merasa risih dan tidak enak hati. Winda kadang berusaha untuk pura-tidur tidur jika ia mulai berbicara tentang hal-hal yang tidak pantas itu. Meskipun ia mulai aneh dan bicara tentang hal-hal yang cabul itu. Winda bersyukur hingga saat ini Johan tidak macam macam kepadanya. Winda menyadari mungkin Johan sedang stress akibat hidupnya yang sendiri itu, namun Winda tidak menanggapinya, dan seperti angin lalu saja. 

Hingga sampailah saat Winda pulang dengannya untuk kesekian kali, ia berusaha memegang jemari tangannya. Winda tentu saja kaget dan cemas, sekaligus takut. Winda langsung menarik tangannya dari genggaman Johan. 

 “Da jaan da, Winda alah balaki dan punyo anak ketek, apo uda ndak ibo membuek Winda kecewa (bang jangan bang.., Winda punya suami dan anak yang masih kecil, apa abang tega membuat Winda kecewa)?” ucap Winda. Winda juga mengancam akan mengadukan perlakuannya itu kepada kakaknya. Johanpun lantas menarik kembali tangannya yang akan meraih jemarinya. Winda juga berkata padanya.
“Cukuik sampai disiko sajo da, Winda indak ka manumpang oto uda lai (Winda tidak akan menumpang truk abang lagi)”. Hingga Winda sampai di Padang Winda hanya berucap terima kasih lalu diam. Winda masih kesal. Diapun sepertinya agak takut. Namun Winda tidak tahu apa yang membuatnya jadi seperti tadi.

Hampir selama sebulan ini Winda tidak melihat Johan di rumah kakaknya, namun truknya masih nongkrong di halaman samping rumah induk itu. Selama itu Winda pulang naik bis yang kadang transit di Bukittinggi. Winda tidak tahu kemana ia pergi, saat Winda menanyakan pada ibu kosnya, Winda di beri tahu bahwa Johan tengah mengunjungi mantan istrinya untuk menjenguk anaknya. Windapun larut dengan rutinitasnya seperti biasa.

Namun hatinya yang tadinya kesal, dongkol dan marah kepada Johan tanpa dimengerti Winda mulai berubah. Tiba - tiba saja Winda malah sangat ingin bertemu dan ingin numpang pulang dengan truknya. Ya, Winda seakan rindu berat.

Hari jumat sore itu dengan masih mengenakan pakaian kerja dan penutup kepala, Windapun menurut saja diajak berangkat bareng dengan Johan yang akan mengantarkan muatan truknya ke Padang. Mereka berangkat jam setengah lima sore. Lalu dalam perjalanan lelaki berbadan tegap tersebut kembali bicara itu, tentang hubungan laki-laki dan  perempuan serta sifat perempuan yang memiliki libido tersembunyi. Juga kehebatannya dalam berhubungan badan dengan lawan jenis. Winda malah mendengar dengan seksama dan sesekali memberi komentar. Mungkin saja karena lama tidak tersalurkan atau laki - laki itu punya kemampuan lebih dalam hubungan badan, juga mungkin bantuan obat penambah perkasaan pria, komentar Winda. Sepertinya wanita muda tersebut tidak peduli lagi akan pembicaraan cabulnya Johan.

Hingga senja. Sekitar jam 7 lewat mereka mampir pada sebuah rumah makan di pinggiran jalan kota Bukittinggi untuk beristirahat sejenak sambil mengisi perut. Anehnya saat turun Winda membiarkan saja tangannya di gamit oleh Johan. Mereka makan dengan lahapnya. Dan setelah makan mereka berkemas dan berangkat untuk melanjutkan perjalanan menuju Padang

Mobil mulai jalan meninggalkan rumah makan. Saat melalui Bukit Ambacang daerah yang dulunya tempat pacuan kuda, mungkin dikarenakan perut telah kenyang, dan dinginnya udara malam yang berembus dari celah jendela mobil, Winda jadi mengantuk. Winda menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil, tetapi dikarenakan jalan yang tidak rata, kepala Winda sering terantuk. Lalu  Johan menawarkan kepada Winda supaya tidak terantuk kaca, untuk Winda mendekat kearahnya, dan bersandar di bahunya. 

”Win...daripado adiek ndak bisa lalok, labiah elok cubo sanda an kapalo di bahu uda (Win, daripada ga bisa tidur , lebih baik rebahkan kepalamu di bahu abang)” kata Johan. 
”Ndak usahlah da, kan uda sadang manyopir, beko malah mambuek uda ndak bisa manyopir elok – elok, apolagi iko kan lah malam (nggak usahlah bang.., kan abang sedang nyetir, nanti malah bikin abang tidak bisa nyetir dengan baik, apalagi ini malam bang)” sahut Winda menolak dengan halus, tidak  mau mendekat walaupun saat itu Winda telah sangat mengantuk.

Dengan sebelah tangannya Johan meraih tangan wanita muda itu  dan menariknya supaya mendekat, dan makin  mendekat hingga duduk mereka menjadi menempel. Winda akhirnya menurut dan merebahkan kepalanya pada bahu lelaki tersebut. Meskipun hati kecil Winda saat itu membisikkan bahwa hal itu sangat tidak boleh dan merupakan suatu kesalahan besar. Namun Winda juga merasakan  dorongan keinginan yang jauh lebih besar untuk membiarkan hal tersebut terjadi. Winda terlelap sesaat.

Saat terpejam dan dalam keadaan setengah tertidur itu tanpa Winda menyadari, tiba - tiba sebuah kecupan ringan menerpa pipi dan bibirnya. Wanita muda itu kaget dan langsung bereaksi. Serta merta ia menolakkan wajah Johan dengan tangannya. Johan pun menghentikan kecupannya meskipun tangan kirinya tetap merangkul bahu Winda agar tetap rapat menempel disisinya. Winda berusaha melepaskan tangan Johan pada bahu kirinya dan mengingatkan agar ia lebih konsentrasi kepada jalan.

”Da sadarlah da, iko kan di jalan raya bisa cilako beko, caliak tu mobil lain kancang – kancang (Bang sadar bang ini jalan raya nanti bisa kecelakaan, mobil lain pada ngebut tuh)” kata Winda mengingatkan. Johan pun menurut dan kembali berkosentrasi mengemudikan truknya..

Namun, tak lama kemudian saat truk tersebut berjalan perlahan karena macet di daerah Padangpanjang, Winda yang masih merebahkan kepalanya pada bahu Johan, terkejut karena tiba – tiba saja bibir berkumis Johan menyambangi bibir tipisnya dan mengecupnya sekilas. Winda langsung terbangun dan duduk kembali menjauh dari Johan. Hatinya sangat dongkol, namun tidak  bisa berkata – kata apalagi berbuat kasar 

” Eh da Johan ko ndak mangarati juo, Winda mintak jaan di ulangi, badoso da, apo kato urang beko kalau mancaliak tadi (Eh bang Johan ini tidak juga ngerti, Winda mohon jangan di ulang lagi, dosa bang apa nanti kata orang lain jika melihat kita saat itu tadi)?”. Namun, Johan sang sopir dia tetap santai-santai saja, seakan – akan  Winda telah mengizinkan Johan untuk berlaku demikian.
” Abihnyo Winda mambuek uda galigaman (habis Winda bikin abang gemas)” jawabnya sambil meminta maaf.

Kembali wanita muda tersebut diam membisu selama perjalanan, tidak menggubris apapun yang Johan ucapkan. Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu Winda agar kembali rebah pada bahunya. Kali ini selama perjalanan itu Johan tidak lagi menciumi Winda, hanya meremas remas jari lentiknya dan mengecupi  kepalanya yang masih mengenakan penutup kepala. Rasa hangat dan nyaman mengisi perasaan Winda saat itu.

Hingga...
Saat truk mereka memasuki jalan by pass yang gelap, dekat simpang bandara yang baru sekarang ini, lelaki itu  melambatkan laju truknya untuk kembali menciumi dan  melumat bibir wanita muda itu. Hanya saja herannya kali ini Winda malah membiarkannya saja. Tak dapat ia ingkari desir – desir gairahnya mulai terbit. Kemudian Johan menghentikan truknya  di tengah jalan dan  kembali... menciumi, melumat  bibir sebelah bawah milik Winda dengan lebih bergairah. Tangan kanannya  mulai naik merayap meraba, menemukan bukit padat yang membusung terbungkus di dada wanita muda tersebut. Meremasnya perlahan. Winda diam, matanya terpejam, menikmati betapa gairahnya yang terusik terbit kembali meluap. Dalam keasyikan mereka tersebut.

Tiba – tiba...
Ada cahaya dari lampu mobil dari arah berlawanan menyorot kepada mereka... Sontak Johan menghentikan aksinya dan kembali pada posisinya menjalankan mobil tersebut hingga rumah wanita muda tersebut. Sesampainya di rumah, Winda masih terbayang perlakuan Johan yang sungguh melenakan dirinya. Untunglah saat itu suaminya sedang berada di Jakarta dan takkan mengetahui perubahan sikapnya tersebut. Pada waktu tidur di malam itu Winda bermimpi melakukan hal yang sama. Dalam mimpinya itu Winda bermesraan bahkan hingga  melakukan persetubuhan dengan Johan. Dalam mimpinya ia merasa amat sangat terpuasi. Kepuasan yang sangat mencanduinya, tak terbandingkan dengan kepuasan yang diraihnya saat bersama suaminya.

Kembali kini Winda ke Pasaman, dan bekerja seperti biasanya. Telah 3 minggu ini ia tak bertemu Johan. Menurut kakaknya, Johan sedang mengantar muatan ke Pematang Siantar. Winda sangat berharap untuk bertemu. Dirinya dilanda rindu yang sangat merajam perasaannya. Winda seolah – olah menjadi seorang remaja putri yang amat merindui kekasihnya saat itu. Membuat pikirannya hanya diisi mengenai Johan seorang.

Beberapa minggu kemudian mereka bertemu dan kembali berangkat bersama saat Winda hendak pulang ke Padang. Saat di perjalanan Johan meminta Winda untuk melepaskan kacamatanya. Winda heran dan tak mengerti maksudnya meminta Winda melepaskan kacamata? 

”Uda taragak mancaliak mato diek Win indak mamakai kacomato (Abang ingin melihat mata Dik Win tidak mengenakan kaca mata).” terang Johan. Winda menurut untuk melepas dan menyimpannya kedalam kotak, lalu memasukannya kedalam tas.  Sepanjang perjalanan itu Winda tidak mengenakan  kacamata. Kembali tangan kiri Johan merengkuh bahu Winda, menariknya agar duduk berdekatan. Winda yang tidak ngantuk bergeser mendekati, namun dikarenakan merasa ada hawa tidak enak dari arah kemudi di bawah dashbord dekat kaki lelaki itu, wanita itu kembali menegakkan kepalanya dan tidak  lagi rebah dibahu Johan.

Dan kembali dalam perjalanan menuju Padangpanjang Johan meminta Winda melepas penutup kepalanya 

” Win uda taragak mancaliak rambuik Winda, salamo iko uda alun pernah mancaliaknyo, sabanta sajonyo, kan hanyo diateh oto iko, ndak ado do nan ka maliek (Win.. abang ingin melihat rambut Winda... selama ini abang belum pernah lihat.sebentar aja Win, kan hanya di atas truk ini, tidak ada yang akan lihat)” katanya, dengan alasannya telah sangat lama ingin melihat rambut Winda. 
”Jaan daa, Winda alah barumahtanggo.. punyo anak.. Winda taragak manjadi ibu jo istri nan elok.., sabab uda beko bisa barubah pangana.., Winda kuatie da (jangan lah bang, Winda sudah berkeluarga, juga punya anak, jadi Winda ingin, jadi ibu dan istri yang baik, sebab jika Win buka kerudung, nanti, abang bisa berubah pikiran, Winda kuatir bang)”. Winda merasa keberatan, sebab merasa telanjang jika kerudungnya lepas. 
”Alaa, Diek Winda jaan takuik ka uda, uda kan indak jaek, apolagi uda sayang bana ka Winda, walaupun alah punyo laki jo anak (Ala.. Dik Winda jangan takut ama abang, abang kan bukan orang jahat, apalagi abang amat sayang pada Winda, meski abang tau Winda sudah punya suami dan anak)” ujar Johan menyakinkan Winda bahwa ini hanya sebentar saja. Winda meluluskan permintaannya. Penutup kepalanya dilepas dan di taruh, pada pangkuannya sendiri.

Tangan kiri Johan naik dan membelai rambut Winda,  dari atas lalu turun menuju tengkuknya yang di tumbuhi  rambut halus.

”Uda suko mancaliak bulu roma di kuduak diek Win (abang suka melihat rambut halus di tengkuk dik Win) ” ujar Johan. ”Harum bana (sangat wangi)” lanjut lelaki tersebut seraya menarik leher wanita muda itu mendekat  kearah wajahnya.  Dan mencium tengkuk berbulu halus itu. Sekejap Winda merasa geli dan merinding, sebab gairahnya mulai terpicu. Dengan tangannya ia merebahkan kepala Winda pada bahunya di sepanjang jalan yang macet, pada penurunan Lembah Anai tersebut. Sesekali ia meraba pipi wanita muda tersebut
”Pipi diek Win aluih jo barasiah (Pipi dik Win halus dan bersih)” tambah Johan. Winda diam saja. 
”Biasalah laki – laki, suka menyanjung. Seperti biasa dilakukan suamiku sebelum menciumi aku” batin Winda. 

Kemudian Winda berusaha memicingkan matanya. Saat laju mobil tersebut terhenti dikarenakan macet, Johan kembali menciumi pipi kirinya meluncur turun hingga menemukan bibir tipis yang tersaput merah dan mengecupnya sesaat. Winda berusaha mengatupkan bibirnya. 

Tangan kanan Johan menyelusup masuk kedalam kaos panjang berlengan putih bermotif garis pakaian atasnya itu melalui  bagian bawah kaos tersebut. Tangan lelaki itu menyentuh pembungkus dadanya yang membusung. Winda mengatupkan kelopak matanya.

”Uhhh...!”, desah wanita muda itu perlahan. Winda tidak mampu berbuat apa apa selain hanya menikmati dan larut, entah dikarenakan tangan kanannya saat itu masih memegang penutup kepalanya di pangkuan. Sesaat kemudian Johan menarik tangannya dan kembali melajukan truknya menuju arah Sicincin saat macet telah terurai.

Saat di jalan Sicincin, mobil berjalan perlahan karena kembali macet, meski tangan kirinya pada kemudi, dengan tangan kanannya Johan merengkuh wajah Winda, dan tiba – tiba saja bibir wanita muda tersebut di lumatnya. Winda langsung terpana dan kaget dan wajah menyemburat merah, malu.... Namun dikarenakan rasa yang timbul, Winda tak kuasa untuk marah.., kepalanya tetap rebah di bahu lelaki tersebut. Akhirnya Johan melepaskan bibir merah milik Winda. Tetapi tangan kiri Johan kini beralih meremas jari lentiknya. Sehabis jari wanita muda itu di remasnya, tangannya merayap menuju ke  dalam pakaian, masuk melalui  bagian bawah kaos berlengan panjang yang bergaris  putih yang dipadu dengan celana panjang. Winda tersentak sadar dan menahan laju tangan tersebut  dengan tangan kirinya. Terasa hangat dan kasar sentuhan tangan Johan pada permukaan perutnya. Tangan Johan lalu keluar dan dia kembali asyik dengan  kemudi.

Saat  memasuki jalan by pass…
Situasi jalan gelap sekali, hanya beberapa tempat  saja yang di terangi  lampu jalan, Johan menepi dan menghentikan truknya di pinggir jalan.

”Ko baranti da (kenapa berhenti bang)?” tanya Winda bingung.
Johan tak berucap sepatahpun, hanya memutar tubuhnya seraya menggamit bahu wanita muda tersebut. Merengkuhnya lebih dekat. Kini.., didalam mitsubishi colt berwarna kuning tersebut kembali bibir Winda dikecupnya. Merasa tak cukup dengan hanya mengecup, kuluman dan lumatan juga dilancarkan Johan pada kelopak lembut bibir wanita cantik tersebut. Mengelitiki setiap ujung bibir tipis tersebut dengan tekun. Sedikit demi sedikit gairah dalam tubuh wanita muda tersebut memercik. Winda tergugah untuk mengimbangi setiap lumatan bibir Johan, lalu membuka kelopak bibirnya guna memberikan keleluasaan bagi lidah Johan untuk menjalari kebasahan di dalamnya. Lidah mereka berpilin-pilin, saling membelit di dalam. Tangan kanan Johan menjalar, merayap masuk melalui bagian bawah, ke dalam kaos panjangnya, meluncur keatas menyambangi bukit membusung padat di bagian kanan, lalu meremas dan memijit bukit padat milik Winda tersebut dari luar bahan pembungkusnya. Wanita muda tersebut seolah tak kuasa mencegah ataupun menolaknya. Winda menggenggam pergelangan tangan lelaki itu berupaya menarik tangan Johan, namun tangannya terpaku diam…, keinginannya telah ditundukkan oleh  hasratnya yang terpicu. Dirasakannya begitu hangat dan cekatan tangan lelaki itu mengirimkan berjuta-juta  sengatan birahi disana. Tubuh moleknya menggeliat – geliat dalam dekapan Johan di dera rasa nikmat pada sekujur pori-porinya. Selang sekitar 25 menit kemudian Johan menghentikan perbuatannya.

”Indak usahlah disiko, daerah iko agak angek, acok tajadi parampehan (Jangan disini, daerahnya rawan sering terjadi perampasan)” ujarnya kuatir kemudian.

Winda tak menyahut,  mulai membenahi pakaiannya mulai dari kaos  dan penutup kepalanya, juga membenahi napasnya yang memburu di sebabkan gairahnya yang sempat meninggi. Lagi pula persimpangan arah ke rumahnya telah dekat. Mobil Mitsubishi kuning itu pun kembali bergerak. Winda hanya diam selama perjalanan menuju persimpangan rumahnya. Ada penyesalan dalam dirinya kenapa bisa terlibat sejauh itu, namun seakan terhapuskan oleh rasa yang timbul akibat perlakuan lelaki tersebut pada dirinya. Begitu sesampainya  Winda di rumahnya sekitar pukul setengah sepuluh malam itu Winda langsung mandi. Ternyata suaminya masih berada di kampus.

Malam itu Winda sempat bersetubuh  dengan suaminya Winda heran malam itu ia kurang bergairah seolah hanya terpaksa menjalankan kewajiban saja.

”Alah lamo awak indak bahubuangan diak (sudah lama kita tidak berhubungan dik)” kata suaminya. Winda merasa berhutang pada suaminya karena memang dalam minggu ini mereka belum pernah berhubungan badan. Dengan enggan Windapun menuruti keinginan suaminya. Di ranjang mereka malam itu ditengah kesibukan suaminya mengayuh biduk asmara mereka, tiba-tiba datang sekelebat bayangan berupa sosok  Johan. Langsung gairah dan nafsunya mereda. Winda langsung kehilangan gairah di tengah pergumulan mereka, namun demi  menjalankan tugasnya sebagai istri, maka Winda berpura-pura menikmati hubungan itu hingga selesai.

Aktifitas Winda kembali seperti biasa hingga ia kembali ke Pasaman, daerah tempat bekerjanya. Dan bekerja seperti biasanya.

Hari itu hari Selasa.  Saat ia pulang ke kost-anya. Didapatinya rumah dalam keadaan kosong. Rupanya sang ibu kost beserta suaminya berangkat ke Palembang untuk mengunjungi salah seorang anaknya. Praktis hanya Winda yang berada di rumah itu. Johan  juga tak kelihatan. Besoknya pada hari Rabu Johan muncul namun tidak dengan truknya.

”Oto sadang di pelo-an di bengke (truk sedang diperbaiki di bengkel) ” ujar Johan menerangkan kepada Winda saat ditanya mengenai truknya. Malam itu Johan mengajak Winda.
”Win.., alah makan  Win (Win udah makan Win)?”tanya Johan.
”Alun  lai da (Belum bang)” sahut Winda.
”Kalua awak makan lah, ado tampek nan rancak untuk makan  daerahnyo dingin jo tanang (Ayo kita makan keluar, ada tempat makan yang bagus, daerahnya dingin dan sepi)” terang Johan mengajak wanita muda tersebut.
”Ndak baa do da (Boleh bang)” sahut Winda.
"Tapi jan lamo -  lamo yo da (Tapi ga lama kan bang)?” sambung Winda kembali.

Winda masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian. Mengenakan kaos merah muda berlengan panjang berikut jaket serta bawahan  celana panjang berbahan katun hitam, dan berangkat bersamanya. Kebetulan sebuah toyota starlet berwarna merah milik kakaknya parkir di garasi.. Mereka berangkat sekitar jam 7 malam. Tempat   yang mereka tuju  terletak agak jauh arah ke Medan tetapi masih di wilayah Lubuk Sikaping. Berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari tempat tinggalnya. Saat itu Johan mengenakan kaos oblongnya dan jeans biru

Mereka makan di sebuah warung makan yang berupa saung berdinding dari anyaman bambu  setinggi bahu orang dewasa. Mereka duduk lesehan dan makan ikan bakar.  Winda berada pada sisi kanan Johan. Tempatnya amat romantis, lampunya  temaram dan bunyi  jangkrik meningkahi makan malam mereka. Mereka makan dan sesekali saling menyuapi. Selesai makan mereka duduk bersantai sambil berbincang dan bercanda.

Entah siapa yang memulai, kini mereka telah saling berciuman, saling berdekapan erat. Winda terlena dihanyutkan keintiman suasana. Akhirnya Windapun rebah diatas paha kiri Johan.

Winda merangkul lengan Johan. Mereka saling tatap dalam senyuman mesra. Perlahan Johan membelai wajah wanita muda tersebut. Merabai kehalusan kulitnya. Wajahnya mendekat turun... Winda merasakan jantungnya berdebar-debar..., berdegup kencang... Johanpun memulai, mengecup kepala Winda yang masih tertutup…, meluncur turun  mulai dari arah kening…, menjalari pipi yang licin dan bergerak naik menyambangi sepasang kelopak bibir lembut yang memerah. Di kecupnya perlahan. Winda mengatupkan kelopak matanya saat bibir berkumis lelaki itu mulai melumat bibirnya.

Awalnya Winda hanya diam,  namun lambat laun Winda mulai tergugah  dan bereaksi mengimbangi arus lumatannya. Ada dorongan keinginan yang kuat dari dalam tubuhnya yang menggiringnya untuk mengikuti alunan cumbuan-cumbuan panas yang dilakukan Johan.

Tangan kanan Winda naik untuk merabai pipi kanan Johan, lalu bergerak terus keatas dan merengkuh kepala Johan selagi lidah mereka saling membelit didalam kebasahan mulut Winda...

Tangan kiri Johan mulai merayap. Awalnya hanya mengelus leher  pada bagian depan, namun tak berhenti dan terus meluncur memasuki lubang krah dan turun menuju arah dada..., menyelinap kebalik bra dan meremas puting bukit padat yang membulat di dadanya dengan perlahan tanpa ada daya penolakan sedikitpun.. Tak ketinggalan rabaan tangan kanan Johanpun kini tengah merayap disepanjang batang paha Winda, tak lupa untuk mengelus paha kiri dan kanan bergantian walaupun kedua paha Winda masih merapat. Rabaannya menurun pada sisi dalam pahanya, mengelusnya dengan lembut. Segera saja lecutan gairah yang meletup-letup bangkit dari dalam diri Winda. Napasnya memburu, tersengal –sengal...

Kurang lebih 1 jam kemudian baru mereka beranjak pulang. Ketika perjalanan pulang, kejadian itu berulang kembali selama 5 menit.

Mobil starlet merah itu  diberhentikan Johan di pinggir jalan.  Dan didalam mobil masih di kursi depan, Johan kembali melumat bibir tipisnya... Winda terdiam menikmati lidah Johan yang dengan makin leluasa mengait – ngait di dalam mulutnya.., kali ini lebih lama dari yang sudah-sudah... Tangan kiri Johan kembali  merabanya. Dimulai pada wajah Winda, turun ke arah dada yang terbungkus kaos panjangnya... Tanpa di sadari Winda, tangan Johan yang satunya telah menyelinap kedalam celana  panjang katun yang ia kenakan. Tangan itu mulai menyentuh kewanitaan miliknya diatas permukaan pakaian dalamnya. Winda sontak tersengat geli... namun tak jua mampu mencegahnya. Sesaat kemudian Winda menarik pergelangan tangan tersebut setelah beraksi beberapa saat.

”JAAN LAH DA..., WINDA ALAH PUNYO LAKI JO ANAK (JANGAN BANG WINDA UDAH MEMPUNYAI SUAMI DAN ANAK)” ujar Winda lirih.
”WINDA MALU...” tambah Winda mencoba meredakan keinginan Johan disela–sela gejolak napsunya sendiri yang juga bangkit membakar dirinya.

Johanpun menurut dan kembali menghidupkan mesin mobil berangkat menuju rumah. Begitu sampai mereka langsung masuk rumah. Winda langsung menuju rumah pavilunnya dan terus masuk ke dalam kamar. Sedangkan Johan pergi lagi, ada urusan katanya. Padahal saat itu Winda sudah sangat terangsang, batinnya menuntut penuntasan. Misalpun Johan datang menemuinya lagi untuk menuntaskan apa  yang mereka telah mulai.., Winda merasa takkan mampu menolak kehendaknya. Sepertinya Johan tengah berusaha memancingnya. Esoknya Winda kembali menjalankan aktifitas rutinnya di  kantor seperti biasa.

Malamnya adalah malam Jumat, Mereka kembali makan malam bersama diluar namun tidak di  tempat kemaren malam. Pada arah yang sama menuju Medan, tapi berbelok kekanan. Suasana tempatnya seperti umumnya restoran biasa, ada beberapa orang singgah untuk makan. Tempatnya juga tidak begitu ramai. Winda memaklumi mengapa Johan mengajaknya makan ke luar dari kota, supaya mereka tidak di  pergoki oleh  temannya ataupun teman sekantornya Winda. Mereka hanya makan saja, kemesraan seperti kemaren malam tidak berulang. Mereka hanya saling berpegangan tangan saja. Dan setelah itu mereka langsung pulang.

Sampai di rumah sekitar jam 21.00 WIB.
Winda langsung menuju paviliun kamarnya, sedangkan Johan masuk ke dalam rumah kakaknya. Winda bersalin pakaian, mengenakan kemeja tidur panjang berwarna merah muda berikut setelannya berupa celana panjang bercorak sama. Namun tak lama, terdengar ketukan pada pintu pavilunnya. Terdengar pula suara Johan memanggilnya. Seperti biasanya jika  ia menerima tamu, Winda meraih bergok guna menutup rambutnya, kemudian bergerak untuk membuka pintu lalu mempersilakan lelaki itu masuk, mengingat dia adalah adik pemilik rumah yang mungkin saja mempunyai keperluan yang akan disampaikannya.

Sepertinya Johan habis mandi malam itu. Terlihat dari rambutnya yang masih basah, namun anehnya ada sedikit bau -  bauan yang agak menyengat menyemburat pada indra penciuman Winda. Ya.., wanita muda itu masih ingat  baunya seperti wangi bunga mawar... Mereka duduk di ruang depan paviliun, bersebelahan pada sofa sudut dengan posisi Johan di sisi kirinya. Sambil berbincang – bincang apa saja. Tak disadarinya pembicaraan Johan mulai bergeser pada hal yang sangat pribadi dan cenderung intim. Di awali pembicaraan tentang kesepian dirinya setelah bercerai, lalu godaan - godaan saat ia membawa  truk keluar daerah,   juga mengenai hubungan intimnya dengan wanita di kota-kota yang ia singgahi, termasuk dengan pelayan rumah makan di Medan. Ia juga bercerita mengenai keperkasaannya bersetubuh yang  mampu melayani wanita tersebut hingga beberapa kali.

Kemudian Johan bergeser duduk mendekati wanita muda itu, namun masih tetap pada sisi kirinya. Lelaki itu meraih jemari lentik Winda dan membawanya ke pahanya. Winda diam tak bereaksi. Perlahan digamitnya bahu Winda, memutarnya agar berhadapan sekaligus menjatuhkan kecupan ringan pada bibir tipis wanita muda tersebut. Winda merasa  jengah langsung menunduk malu sebab itu berlangsung tiba-tiba dan mengejutkan dirinya, meskipun hal itu telah diduganya akan terjadi. 

Namun.., sentuhan bibir kali ini berbeda, tak seperti biasanya. Winda merasa laksana sebuah sengatan listrik mengalir pada sekujur tubuhnya melalui kecupan yang terjadi tadi. Johan tak berhenti, dan mulai mengulum dan melumat bibir tipis wanita muda tersebut. Perlahan Windapun tergugah dan bereaksi menyambutnya... menerima bibir lelaki berkumis itu dan membuka mulutnya, memberikan ruang bagi lidah Johan untuk menerobos masuk pada sela barisan giginya yang berbaris rapi. Meresapi keliaran lidah kasap itu dalam menggelitiki seluruh sudut rongga mulutnya, berusaha menemukan lidah Winda yang lancip guna saling bercengkrama untuk kemudian saling berpalun  dalam kebasahan mulut Winda. Winda mengatupkan kelopak matanya guna menikmatinya.

Saat mereka berhadapan, tangan Johan meluncur naik pada leher Winda, melepaskan penutup kepala Winda. Lalu wajahnya mendekat, napasnya terasa hangat menembus kemeja tidur dibagian pundaknya. Dengan lembut  Johan mengecup pundak dan bagian belakang leher wanita muda berkulit putih tersebut. Seraya mendorong bahu wanita muda itu dengan perlahan agar rebah pada sandaran sofa. Winda hanyut dalam dekapan dan cumbuan lelaki gagah itu. Ia semakin terlena..., pasrah..., lemas.... menyerah pada alunan birahi yang dibangkitkan oleh perlakuan  Johan terhadap dirinya, tak memperdulikan  lagi kemanapun arah  yang di ingininya.

Tangan Winda hanya dapat memegangi bahu Johan yang saat itu tengah menahan kepala Winda dengan kedua tangannya. Sambil mereka saling lumat dan kulum, tangan kanan lelaki tersebut turun dari belakang kepala dengan perlahan, menyusuri bahu yang telah terbuka, melewati belikatnya dan menemukan bukit membusung padat di dada wanita muda tersebut. Masih dari luar tangannya mulai meremas bukit padat yang terbungkus itu. Kemudian dengan sedikit kasar ia memilinnya...!!! Wajah dan tubuh wanita muda itu  menghangat dan berkeringat. Kehangatan bara birahi yang dialirkan oleh perlakuan Johan pada dirinya menyulut setiap titik syaraf kewanitaannya.

Tangan kanan Johan meluncur lebih ke bawah lagi..., menjalari hangatnya perut yang masih terbalut pakaian... turun terus guna menemukan ujung terbawah kemeja tidur wanita berkulit putih tersebut..., menyelinap kebaliknya dan menyusur naikdari arah perut terus ke atas. Dengan lincah jemarinya menyelinap ke balik pembungkus bukit membusung di dada Winda. Meremasnya dengan lembut beberapa kali lalu memjit putiknya dengan intens.

”…OHH.....!” Winda mendesah..., kelopak matanya tetap terpejam. Ada  rasa malu dan nikmat yang bercampur baur... Tubuhnya serasa terbang melayang lepas dari tempat berpijaknya… Kedua tangan Winda kini semakin erat merangkul leher Johan. Bibir Johan kini merayap turun dan menciumi leher jenjang yang mulai  basah.., basah oleh keringat. Bibir berkumis lelaki itu menjejali leher sang wanita dengan gigitan – gigitan kecil yang kurang pahaminya,  namun mampu menggiring Winda semakin dalam tenggelam dalam pusaran birahi...

Kini telapak tangan kiri  Johan berada pada pertemuan paha wanita muda itu di dalam celana tidurnya... meraba dan mengelus... Walaupun  masih dari luar  celana tidurnya, tetapi hal itu telah cukup membuat tubuh Winda terlonjak..., kaget serasa tersengat  listrik..., Tangannya meraba-raba dan mengelus dengan  lincah...  walaupun kedua paha Winda masih merapat. Winda meraih tangan tersebut berusaha menariknya guna menjauhkan tangan lelaki itu dari pertemuan pahanya. Belum pernah dirinya diperlakukan demikian oleh lelaki manapun termasuk suaminya. Johan mengalah dan menarik tangannya, lalu beringsut menjauh dari Winda.

Kembali mereka duduk lagi seperti semula.., begitu juga Winda  pun kembali duduk dan berusaha bersikap wajar. Sesaat kemudian Johan bangkit dan melangkah keluar…, menuju rumah kakaknya. Tak lama berselang dia kembali dengan sebotol air putih beserta 2 gelas beling. Menuangkan air putih tersebut dan memberikannya segelas pada Winda. Winda meneguk air tersebut seperti halnya juga Johan. Tubuhnya yang tadi menghangat dan berkeringat oleh percumbuan mereka membutuhkan penawar menyegarkan...

Lalu Johan bangkit, bergerak melangkah menuju pintu lalu menutup pintu tersebut sekaligus menguncinya dari dalam... dan kembali menghampiri Winda yang masih duduk. Lalu menggamitnya untuk berdiri. Winda menurut dan seakan menjadi manusia idiot yang tak punya kuasa mengendalikan dirinya untuk menolak saat di tuntun lelaki gagah tersebut melangkah menuju kamar tidurnya sendiri.

Setelah berada dalam kamar,  Winda dituntun untuk duduk pada pinggiran ranjang besi bermodel antik, yang berlapiskan sprei putih..., Kemudian Johan beranjak untuk menutup pintu kamar dan menghidupkan lampu tidur yang bersinar temaram. Masih dalam posisi berdiri Johan melucuti kaos putih berlengannya hingga hanya mengenakan celana pendek saja....

Kembali dihampirinya wanita muda tersebut..., menggamit dagu lancip Winda dengan tangan kanannya dan melabuhkan kecupan pada bibir tipisnya. Kecupan itu segera saja berubah menjadi lumatan dan kuluman, menghisap kelopak bibir tersebut hingga Winda hampir kehabisan napas dan mau tak mau bereaksi menyambut karena lidah Johan kini telah menyelusuri bagian dalam mulutnya.., Johan berhenti..., memberikan waktu bagi wanita muda itu untuk mengatur napasnya yang tersengal sengal.

Kemudian, jemari Johan meraih kancing kemeja tidur wanita muda berkulit putih tersebut. Melepaskannya dengan perlahan satu demi satu. Tangan Winda berusaha menahan laju tangan lelaki itu. Johan tak mengindahkannya dan tetap meneruskan tindakannya. Setelah kancing tersebut lepas semuanya, disibakkannya kemeja tidur tersebut dari bahu hingga bahan tersebut meluncur turun... lepas dari tubuh molek pemakainya.. dan tergolek di atas lantai. Praktis kini dari pinggang ke atas Winda telah telanjang...!!! hanya sebuah kalung yang biasa dipakainya dan dua cup menutupi bulatan padat yang membusung di dadanya...

Johan mulai mengecupi bahu telanjang wanita berkulit putih itu.

”…OHH......!” Winda mengeluh, namun tetap duduk di pinggir ranjang dengan tangan yang terpaku pada pinggiran ranjangnya... Ada rasa geli..., dan gairah yang datang silih berganti menderanya melalui ciuman itu.

Ciuman itu merayapi leher jenjang, terus meluncur ke bawah menyusuri belikatnya hingga menemukan lembah di kedua bukit dada yang telah mengkilat berkeringat. Lalu tangan Johan merayap ke belakang menemukan kait pengikat benda pembungkus dada Winda. Satu sentakan kecil menyebabkan kait benda tersebut lepas dan meluncur lepas meninggalkan tubuh sintal dan mulus itu,  tergolek menemani kemeja tidur yang telah lebih dulu berada di  lantai. Winda merasa jengah dan berusaha memiringkan tubuhnya agar tak  terekspos frontal di hadapan lelaki itu.., namun kedua tangan Johan yang berada di balik lengkung punggung Winda,  menghentikan gerakan itu.

Wajah lelaki itu mendekati dada Winda. Lidahnya menyambangi bukit padat tersebut dan mulai menjilati permukaan licinnya yang membusung. Bergantian bagian yang kiri dan kanan tak terlewatkan..., dan akhirnya bibir berkumis itu berlabuh pada puncak bukit padatnya. Sontak kepala Winda terlontar rebah kebelakang...!!! Menghisap dan mengulumnya dengan intens... Kadang ia menggigit... Winda merasakan geli yang tengah melecut gairahnya melambung makin tinggi...

”…AHH....!” rintihan Winda spontan terlepas begitu saja dari bibir tipisnya. Tubuhnya yang telah hangat dan mulai berkeringat, menggeliat-geliat dalam dekapan Johan, merefleksikan rasa nikmat yang timbul hampir tak terbendungkan, mendera segenap penjuru tubuhnya. Tubuhnya melunglai dan seiring dengan itu Johan merebahkan tubuh sintal tersebut perlahan diatas ranjang bersprei putih. Sedangkan kedua kaki wanita itu masih menjejak lantai. Kini Winda terbaring di ranjangnya sendiri..., dengan peluh yang muncul pada setiap porinya, tersengal-sengal dalam gemuruh nafsu yang makin menderu...!!!

Johan merebahkan dirinya diatas Winda, diantara kedua kakinya yang terbalut celana  tidur, yang secara naluriah membuka mengikuti gerakan turun tubuh Johan. Terasa oleh wanita muda pada permukaan perutnya sebentuk sebuah batang mulai mengeras. Kembali bibir dan lidah lelaki itu mencumbui bukit padat milik Winda yang mulai mengeras dalam nafsu... Tak ketinggalan wajah..., bibir..., dan  leher jenjangnya mendapat kecupan..., lumatan yang bertubi-tubi... Kedua tangan Johan terkadang menggantikan aksi bibirnya pada dada Winda.

”…OUHHH......!” Lenguhan Winda semakin sering terlontar. Rasa nikmat yang di timbulkan oleh perlakuan Johan pada tubuhnya melontarkan nafsunya pada titik yang tak mungkin surut... Winda hanya dapat merangkul dan mencengkeramkan kedua telapak tangannya pada bahu berkeringat lelaki gagah tersebut... Di rasakannya, betapa dirinya telah basah disana sini..., juga kewanitaannya yang mulai berdenyut liar...

Johan bergerak lagi.. Diangkatnya tubuh mulus yang telah telanjang hingga pinggang tersebut... menggusurnya lebih keatas hingga kedua kaki Winda kini terhampar sempurna di atas ranjang bersprei putih tersebut.

Setelah berbaring pada  sisi kiri Winda, telapak tangan kiri Johan meluncur ke bawah, menyambangi karet pinggang celana tidur wanita muda itu. Mencoba menariknya. Winda kaget dan tersadar dari keterlenaannya..! Dan langsung berusaha mencegah.., namun reaksinya terlambat.. Pinggang celana tidurnya telah turun hingga lutut... dan terus digusur lepas hingga hanya menyisakan sehelai kain tipis berwarna putih yang telah basah yang menutupi pertemuan pahanya. Bulu roma Winda berdiri di dera oleh nafsu yang berkesangatan..., dirinya terpana atas setiap tahapan tindakan Johan yang perlahan namun pasti mampu membawa dirinya agar hanyut dan seolah-olah membiarkan dan menyetujui semuanya, seperti yang sedang terjadi saat ini...

Tangan kiri Johan mulai meraba bagian kewanitaan Winda yang masih terbalut itu dengan  jemarinya..., menekan belahan lepitan kewanitaannya yang basah itu dari luar bahan pembungkusnya... Walaupun kedua tangan Winda hanya bisa mendekap kepala Johan,  Winda masih tetap berusaha merapatkan kedua batang pahanya. Namun tangan Johan bergerak ke arah lain, meraih karet kain tipis pembalut pertemuan paha Winda dan menggusurnya perlahan.., dengan mudah kain yang berbentuk segitiga tersebut lolos dari tubuhnya dan meninggalkan tubuh pemakainya menyusul pakaian lain yang telah lepas terlebih dahulu. Segalanya berjalan lancar seakan-akan Winda tak berusaha menghindari ataupun mencegah setiap tindakan Johan.

Kini semuanya telah terpampang terbuka. Telanjang..!!  Tak secuilpun bagian tubuh Winda yang  masih tertutup... Dirinya terbaring telanjang dengan tubuh yang mengkilat oleh peluh disana – sini dan napas yang memburu...!!! Begitu juga puncak bukit padat di dadanya terlihat telah tegak menantang, mengkilat di bawah sinar temaram lampu kamar itu. Winda merasa heran dan tak mengerti dirinya ..., ada sebentuk dorongan kehendak yang amat kuat mengelora dari dalam tubuhnya... menghendaki semuanya terjadi sesegera mungkin…

Kemudian Johan berdiri, melepaskan celana pendek sekaligus pakaian dalam terakhirnya... Kini tubuh tegapnya juga telanjang.  Menyaksikan sosok  Johan dengan dada dan tangannya yang berbulu lebat.., timbul sebersit rasa takut dalam hati wanita muda yang kini tergolek di ranjang.  Timbul perasaan cemasnya..., saat pandangannya tertumbuk pada batang kejantanan milik lelaki gagah itu..!!!  Batinnya jujur mengakui bahwa milik suaminya tak berarti apa-apa di bandingkan dengan milik Johan. Jauh didalam hati kecilnya Winda menyesali kejadian yang tengah dialaminya. Ini adalah kejadian  pertama kali dalam hidupnya... terbaring telanjang  di hadapan lelaki yang bukan suaminya. Namun gairah..., nafsu..., dan bermacam rasa yang tak dimengertinya telah  membutakan logika Winda saat itu.

Kini Johan merayap naik ke atas tubuhnya. Tak mempunyai pilihan lain, kedua paha lenjang Winda naluriah membuka, memberikan ruang pada pinggul lelaki tersebut untuk merapat. Lalu Johan mengecup bibirnya dengan gemas amat bernafsu. Sementara itu  tangannya kini telah singgah pada bukit padat di dada Winda. Meremasnya berkali- kali.., terkadang menggesek gemas dengan menggunakan kumisnya... Windapun kini terpicu untuk menimpali, menyambut bibir dan mulut lelaki itu dengan tak kalah  lincah mengikuti dorongan kehendak birahi dari dalam dirinya...

”…OUHH...!” rintih Winda. Tubuhnya menggeliat-geliat bak cacing kepanasan... serasa melayang melambung tinggi di angkasa. Kedua tangan Johan tak jua berhenti meremas dan memilin bukit membusung di dada Winda hingga kedua bukit padat itu menegang dengan putik yang  mengeras, menjulang menantang tegak..., meninggalkan jejak memerah pada permukaan licinnya. Terasa juga oleh wanita muda itu betapa hangat dan tegapnya batang pejal kejantanan Johan... saat bersentuhan dengan bagian bawah pusarnya.

Lalu Johan turun dan berlutut bertumpu pada kasur ranjang. Meraih kedua betis putih milik Winda yang sedari tadi telah terbuka dan mengangkat keduanya keatas. Lidah Johan meluncur disepanjang kedua kaki Winda, mulai dari ujung kaki hingga ke pangkal paha bagian dalam tanpa ada yang terlewatkan sedikitpun... Lidah kasapnya terasa kasar, kesat dan basah… Winda hanya dapat memejamkan matanya menikmati gelombang birahi yang membuncah-buncah mengaduk-aduk perasaannya... Winda tergolek kalah... Rasa pasrah menggiring tubuhnya seakan mencandui setiap perlakuan  Johan  saat itu...

Johan terus turun.., merundukkan wajahnya dan menyambangi kewanitaan Winda. Kepalanya masuk diantara kedua paha itu... Lidahnya mulai menjilati lepitan basah disana.,. Rasa  hangat dan geli ditimbulkan oleh setiap jilatan lidahnya. Kadang lidahnya menghisap dan mengulum sebentuk tonjolan sebesar kacang tanah di sana. Winda tak mampu lagi untuk berucap ataupun berkata-kata, hanya mendesah dan mengerang mengiringi gelinjang tubuhnya... Telapak tangan Winda menggerumas rambut dikepala lelaki itu dengan gemas.... menemukan tempat berpegang.. Kedua kakinya berusaha dirapatkan namun terganjal oleh kepala Johan dan rasa geli yang melanda... Winda kagum terhadap Johan. karena tak sedikitpun merasa jijik  saat melakukan hal itu padanya.. Rasa basah kini mulai mengalir menggelegak dan seakan siap untuk meledak... Sedangkan lidah dan bibir  kasat itu tak lepas sedetikpun dari lepitan di bawah sana, 

”...OHHHH.........!!!!” Jerit Winda lalu meregang... mengejang.!!!. Winda meraih klimaksnya... tubuhnya terasa melayang seakan seringan kapas.. Winda basah dan  terkulai lemas...

Johan berhenti lalu bangkit dan turun, melangkah menuju tempat air minum diluar kamar, dan kembali masuk dengan gelas dan botol minuman tadi. ia pun meneguknya, namun tidak menawari Winda...

Lelaki tegap itu naik keatas ranjang. Kembali berbaring pada sisi kirinya saat Winda masih terbaring lemas dan tengah menarik napas dalam-dalam, menghisap udara sebanyak banyaknya guna meredakan gairahnya. Dirasakannya daerah kewanitaannya telah basah dan lengket seperti tubuhnya juga yang basah oleh peluh bercucuran pada sekujur tubuh telanjangnya dari ujung kaki, paha, perut, dada dan wajahnya. Wajah Winda memerah muda memancarkan sumringah bahagia mendapatkan dirinya berhasil meraih kembali klimaks yang dulu pernah di alaminya. Rasa klimaks yang dulu pernah diraihnya saat awal pernikahannya hingga menjelang bulan ke lima, saat dirinya mulai hamil...

”…WIN,  ADIEK PUEH.. (WIN, KAMU PUAS)?” Tanya Johan memecah kebisuan diantara mereka. Winda diam tak berucap hanya mengangguk jujur seraya menatap kagum lelaki gagah tersebut. Menemukan di kedalaman mata tersebut ada percikan kilatan birahi yang sangat membara, sebuah kehendak untuk bersetubuh...

Kembali Johan meremas dan memilin bukit padat dada Winda yang telah memerah disana sini. Gairah wanita muda itu yang tadinya mulai menyurut kembali membubung dengan cepat. Lincah sekali ia memperlakukan tubuh wanita muda itu. Dikulumnya bibir tipis itu... Winda yang awalnya berdiam saja terpicu ikut menyambut dan tak ragu lagi untuk  mengimbangi. Bibir mereka saling lumat, saling kulum... Tangan kanan Johan menjalar turun menuju kewanitaan Winda. Jari tengahnya menyelusup masuk...!!! Mengorek - korek kebasahan di dalam sana sehingga tubuh Winda terlonjak–lonjak meningkahi deraan geli nikmat yang luarbiasa diatas ranjang besi yang berderit-derit riuh. Kewanitaannya kembali basah seakan bersiap untuk permainan sesungguhnya akan segera di mulai...

Johan bergerak untuk berlutut, memposisikan pinggulnya diantara kedua batang paha wanita muda itu, lalu mengangkat kedua paha Winda, menggenggam dan menahan bagian belakang lututnya. Lalu kedua tangannya membuka keduanya ke  samping tubuh pemiliknya, Winda mengatupkan kelopak mata.., berusaha merapatkan kedua pahanya seraya menutup kewanitaannya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. Winda merasa kuatir pada batang kejantanan Johan yang kini telah tegak kaku tersebut apabila memasuki dirinya, karena dilihatnya tadi betapa luarbiasanya ukuran batang pejal tersebut saat belum berada pada ketegangan penuh, apalagi kini…
 
”APO NAN DIEK WINDA TAKUIK-AN (APA YANG DEK WINDA TAKUTKAN)?”, tanya Johan.
”ITU DA, WINDA TAKUIK JO PUNYO UDA TU (ITU BANG WINDA TAKUT DENGAN MILIK ABANG)”, jawab Winda.
“DIEK WINDA JAN TAKUIIK  JO PUNYO UDA,  NDAK SAKIK DO (DEK WINDA TAK PERLU TAKUT DENGAN MILIK ABANG, TIDAK AKAN SAKIT KOK)”, jelasnya mencoba memberikan pengertian.
”KAN WINDA.., ALAH PERNAH MALAHIAKAN.. (BUKANKAH DEK WINDA SUDAH PERNAH MELAHIRKAN)?”, Tambah Johan.
”JADI PUNYO DIEK WINDA PASTI BISA (JADI MILIK DEK WINDA PASTI MAMPU)”, katanya lagi berusaha menenangkan Winda.
”WINDA INDAK MALAHIAKAN NORMAL DA, LEWAT BADAH SESAR, IKO ADO JAJAKNYO... (WINDA TIDAK MELAHIRKAN SECARA NORMAL BANG TAPI LEWAT BEDAH CAESAR, INI ADA BEKASNYA)”, sahut Winda sambil menunjukkan bekas jahitan operasinya. Johan terdiam. Winda memahami keinginan Johan..., tak ada beda dengan dirinya yang juga sangat menginginkan persetubuhan yang sesungguhnya, namun sesaat  rasa takutnya terbit dan meredakan keinginan Winda saat itu.

”BAIKO SAJOLAH.., BAA KALAU AWAK CUBO DULU JO GESEKAN, SIAPO TAU INDAK KA MAMBUEK DIEK WINDA KASAKIEK-AN (BEGINI SAJALAH, BAGAIMANA KALAU KITA MENCOBA DENGAN GESEKAN, MUDAH-MUDAHAN TIDAK MEMBUAT DEK WINDA KESAKITAN)” pungkas Johan.
”UDA BAJANJI INDAK KA MAMASO DIEK WINDA DO (ABANG TIDAK AKAN MEMAKSA DEK WINDA KO)”, Tambahnya lagi.
”KALAU BEKO TARASO SAKIK, DOROANG KAN SAJO BADAN UDA (KALAU NANTI TERASA SAKIT, DORONGKAN SAJA TUBUH ABANG)”, imbuhnya terdengar memohon. Winda diam, ragu sekaligus penasaran bergantian saling berlomba menggayuti perasaannya. Namun tak lama berselang... Dalam diam dan bimbangnya Windapun mengalah. Mengalah pada kehendak Johan.. takluk pada tuntutan nafsunya sekaligus menepis rasa kuatirnya terhadap batang tegar milik Johan itu, mirip dengan yang pernah dilihatnya pada film – film pada masa bersama gengnya saat kuliah dulu.

Jantung Winda berdebar-debar, berdegup keras.., menantikan saat–saat pertemuan kelamin mereka. Johan kembali berlutut di hadapan pinggul Winda yang telah terbentang telanjang...!!! Membuka kedua paha lenjang milik wanita itu lalu menekuknya kearah tubuh pemiliknya..., mengambil ancang-ancang... Johan menempelkan lalu mengesekkan ujung membola kepala batang kejantanannya pada belahan  kewanitaan wanita muda itu.

Terasa gesekan-gesekan yang dilakukan Johan menimbulkan rasa sangat geli dan gatal pada pintu kewanitaan... Ada rasa lengket dan hangat pula..., sehingga Winda terlena dan larut menikmati arus sensasi yang mencandui... Tetapi, sambil menggesekkan Johan juga berusaha mendorong maju pinggulnya perlahan, sedikit demi sedikit.., sehingga ujung membola kejantanan miliknya kini mulai menyibakkan kelopak lepitan kewanitaan Winda yang kini telah basah, seakan tengah mempersiapkan dan memperlancar jalur masuknya. Terus mendesak.., menyeruak lebih  dalam lagi... Winda merasakan kulit yang bergesekan ketat di bawah sana saat merasakan dirinya seakan mulai dipancang...!!!

”…OUHH......” wanita muda itu mengeluh, merasakan dirinya terbelah dua dari ujung ke ujung. Secara bertahap terus masuk lebih dalam, di lumasi oleh kebasahan yang timbul dari dalam kewanitaan Winda. 

Winda segera tersadar dari keterlenaannya. Rasa sempit..., penuh sekali dan nyilu terbit dari kewanitaannya....!!!. Seketika ia berusaha menahan gerakan pinggul Johan dengan kedua tangannya, meskipun Winda kini tahu bahwa seperempat panjang batang pejal yang kokoh milik Johan itu telah berada di dalam dirinya...!!!. Kembali  Johan bergerak memajukan pinggulnya dan berusaha mendorong masuk lebih dalam lagi.

Johan melepaskan genggamannya pada belakang lutut kedua kaki Winda, dan merebahkan kaki tersebut di atas  kasur. Lalu tangannya meraih bukit padat yang membusung di dada Winda...  Memilin dan meremasnya. Kedua tangan Winda tak bergeming dari pinggul lelaki itu... bersiaga apabila terasa sakit dan nyeri dapat langsung menolakan guna mendorong batang pejal itu tak masuk lebih dalam lagi...

Johan menjangkau bantal yang tergeletak tak jauh dari tubuh mereka dengan batang tegarnya masih tetap tertanam. Lalu lalu meraih dan mengangkat pinggul padat Winda, dan menempatkan bantal itu di bawahnya..., Winda merasakan posisi tubuh dan pinggulnya yang tersangga bantal kini lebih nyaman, rasa sakit dan nyilunya lenyap... Johan bergerak kembali.

Melalui kelopak mata yang dikernyitkankan Winda menyaksikan batang tegap milik lelaki tersebut kembali bergerak dan melesak.., berusaha dengan gigih membenam masuk mili demi mili… Winda membiarkan saja karena merasa percuma dan merasa tak ada guna lagi untuk mencegahnya sebab batang tegar lelaki tersebut telah terlanjur masuk, disamping ada rasa geli gatal sekaligus penasaran terhadap rasa yang nanti akan timbul saat batang kokoh luarbiasa tersebut terbenam keseluruhannya.

Namun, saat hampir masuk semuanya, tiba-tiba wanita muda itu merasakan otot-otot yang lingkar di dalam kewanitaannya mulai berderik - derik laksana cincin karet yang diregangkan paksa sehingga sengatan ngilu terbit kembali..,. Sontak Winda kembali berusaha menahan laju gerakan maju pinggul Johan dengan tangannya. Namun Johan juga tak berhenti begitu saja dan tetap mendorong.., Winda juga bersikeras menahan dengan kedua tangannya. Alhasil posisinya tetap tak berubah.

”…NDAK KA LAMO LAI DIEK WIN (GA AKAN LAMA LAGI DEK WIN)..”, ujar Johan sambil tetap berusaha mendorong. Winda meringis dan mengernyitkan keningnya...!!!  Winda tidak memperdulikan ucapan itu dan bertahan dengan tangannya karena rasa ngilu dan nyeri tengah merajam pertemuan pahanya... Lalu Johan merubah posisi tubuhnya, yang tadinya posisi seolah push-up, kini posisi dengan menindih merapatkan tubuhnya diatas tubuh wanita muda itu, mencoba mengalihkan serangan. 

Diremasnya kembali dada membusung milik Winda dan tak ketinggalan pula mencium bibirnya dengan gemas dan bernafsu sekali... Winda merasa Johan telah cukup dengan kondisi seperti saat ini. Kedua tangannya bergerak lepas dari pinggul lelaki itu dan beralih merangkul punggung lelaki tersebut. Winda kembali terbuai hanyut dalam deraan nikmat yang menyebabkannya lengah dan terlena dari rasa ngilu dan nyeri sehingga lupa untuk menahan pinggul Johan. Tiba–tiba Johan terasa bergerak.., pinggul Johan bergerak mendorong dan mendesak dengan kuat. Seiring rasa sakit yang datang menyengat,  seluruh batang pejal milik Johan amblas pada kewanitaan Winda, terbenam  seutuhnya di dalam tubuhnya...!!!. 

”…AAUWKKHHS.......!”, pekik Winda. Kelopak bibir wanita muda itu terbuka dengan suara laksana tercekat di kerongkongan. Kedua bola matanya mendelik hingga hanya bagian putihnya saja yang terlihat, kemudian terkatup menikmati sensasi luarbiasa yang sedang dialaminya saat itu. Rasa sakit dan nikmat berkesangatan yang sangat secara bersamaan kini tengah merajam pertemuan pahanya...!!! Winda merasakan pangkal paha mereka telah rapat saling menempel,  Terasa lah sudah seluruh panjang lantang batang kenyal itu di dalam sana, bergetar menimbulkan lecutan-lecutan nikmat di sepanjang dinding-dinding lembut kewanitaannya. tidak menyisakan jarak lagi...

Johan berdiam sejenak. Winda merasa nafasnya serasa berat, seolah batang pejal itu menyesak hingga ke ulu hati. Lamat-lamat  Winda membuka kedua kelopak matanya, menatap lekat-lekat kedua bola mata Johan. Mengisyaratkan ungkapan segenap rasa kagumnya terhadap cara Johan memperlakukan dirinya pada setiap tahapan persetubuhan ini,  amat sabar membimbing.., menggiring.., tak tergesa-gesa dan pengertian... sekali

”..INDAK SAKIK KAN DIEK WIN (TIDAK SAKIT KAN DIK WIN)?”, Tanya Johan. Winda tak menjawab, hanya memiringkan wajahnya ke samping, terbit perasaan malu karena dipandangi Johan seperti itu. Johan kembali meraih wajahnya dan menciumi Winda. Terkadang menggigit dengan gemas bukit padat membusung yang telah memerah di dada wanita muda itu.

Kini Johan mulai bergerak.., menarik pinggulnya hingga batang pejalnya yang kokoh keluar sedikit demi sedikit dengan perlahan.., perlahan sekali... Masih terbit rasa ngilu sekaligus geli bagi Winda...!!! Kembali mendorong masuk..,  gerakannya perlahan dan dirasakannya ngilu.., namun sekaligus nikmat... Berulang-ulang di lakukannya seperti itu.  Beberapa saat kemudian.., ia bergerak lebih cepat menaik-turunkan pinggulnya guna menghujamkan batang tegarnya. Kini gerakan keluar masuk batang pejalnya pada liang kewanitaan Winda telah lancar sehingga seluruh tubuh Winda  berguncang-guncang...

Johan  kembali berlutut. Kini tangan Winda telah lepas dari punggung dan kini hanya dapat mencengkeram  kain selimut.., dengan kelopak mata tetap mengatup.. Ya.., Winda ingat, dan merasa malu saat itu karena terdengar kecipak – kecipuk suara akibat benturan pangkal paha mereka..,

”…OUGHHHH....!” Erang Winda berulang – ulang. Pinggul padat Winda mengimbangi, bergerak gelisah mendesak keatas seirama....!!! menyambut setiap hujaman batang pejal kejantanan Johan pada liang kewanitaannya demi menyempurnakan rasa nikmat yang menggempur dirinyanya saat gerakan tersebut terjadi... Perlahan tapi pasti Winda mulai merasakan sebuah gelombang sedikit demi sedikit mulai menyesakinya,  bersiap untuk meledak dari dalam tubuhnya..

”…OUUHHHH... AAAHHH..!!!” Tiba – tiba   Winda merasakan pandangannya  menjadi gelap.., tubuhnya mengejang dan pinggulnya tersentak-sentak dengan punggung yang melenting keatas... Winda menggigit bibir bawahnya seraya menjepitkan kedua kakinya pada belakang pinggang lelaki itu bak tang raksasa. Winda merasakan... gelombang klimaks kali ini lebih dahsyat menggulungnya... melambungkannya ke awang – awang. Tubuhnya tersentak-sentak dalam setiap kejut-kejut klimaks. Otot peristaltik di dalam kewanitaannya berdenyut-denyut liar seakan memeras dan mencekal gerakan batang tegar milik Johan...!!! Lalu terkulai lemas di atas ranjang yang telah basah dan kusut-masai itu, karena keringatnya juga turut membasahi sprei... 

Namun  Johan tetap bergerak, mengayunkan pinggulnya maju  mundur... Beberapa menit kemudian Winda merasakan tubuh  Johan seperti bergetar dan meregang.., sepertinya ia juga akan meraih klimaksnya... Winda paham bahwa benih Johan akan segera membasahi rahimnya...

”…DIEK WIN KA UDA KALUA-AN DIMA, DI DALAM ATAU DI LUA (DIK WIN AKAN DIKELUARKAN DI MANA, DALAM ATAU DI LUAR)?”,  Tanya Johan terbata-bata. Winda tak sempat menggeleng atau mengiyakan. Tubuhnya masih terlonjak – lonjak dalam hunjaman pinggul Johan saat bergerak memompa naik turun, dan...

Sambil mendengus Johan menekankan pinggulnya sedalam mungkin, merasakan luapan birahinya membuncah dan akhirnya materi kental miliknya memancur deras membasahi seluruh permukaan bagian dalam kewanitaan Winda. Terasa hangat... Untunglah Winda masih ingat bahwa saat itu ia masih menggunakan kontrasepsi sehingga tidak perlu kuatir...

Kemudian Johan rebah menggelosoh di atas tubuh telanjang wanita muda itu. Bobotnya amat berat sehingga Winda harus memiringkan tubuhnya  sehingga tubuh Johan meluncur turun dan terbaring di sisinya. Winda memejamkan matanya. Timbul rasa bersalah dan menyesal, namun segera terpupuskan oleh kepuasan yang didapatinya. Tubuhnya lelah dan capai...

Windapun meraih selimut, lalu menutupkan pada  tubuh telanjangnya. Karena malam itu terasa sangat dingin meski hujan tak turun. Berdua mereka tidur di ranjang yang telah kusut itu hingga pagi harinya.

Pagi harinya Winda merasa heran karena tak merasakan adanya penyesalan yang dalam pada dirinya namun sebaliknya timbul rasa semakin sayang terhadap Johan sehingga diputuskannya untuk menelpon kepada suaminya di  Padang untuk mengatakan dirinya tak bisa kembali dalam minggu itu  karena ada urusan kantor yang harus di selesaikannya. Selain itu ia merasa kuatir jika saat itu pulang ke Padang, suaminya dapat dipastikan akan mengetahui perbuatan mereka, karena saat meminta berhubungan badan, di seluruh tubuhnya masih ada jejak-jejak memerah di dada dan leher akibat persetubuhan mereka yang amat bergelora malam itu.

4 komentar:

  1. JUAL OBAT PENGGUGUR KANDUNGAN MANJUR UNTUK USIA 1-7 BULAN.
    OBAT YANG KAMI JUAL RESMI DARI RUMAH SAKIT, JADI ANDA TIDAK PERLU RAGU LAGI UNTUK ORDER OBAT PENGGUGUR KANDUNGAN YANG KAMI JUAL KARENA BERGARANSI DAN DIJAMIN 100% TUNTAS TANPA HARUS KURET LAGI.

    Obat Aborsi

    Obat penggugur kandungan

    Cara Menggugurkan kandungan

    Obat cytotec asli

    Cytotec asli


    Call/WA :085 702 494 733
    BBM : D29AD2CE

    BalasHapus
  2. JUAL OBAT ABORSI BATAM CYTOTEC MISOPROSTOL 100% ASLI SELENGKAPNYA KLIK DIBAWAH INI :
    DIBANTU SAMPAI SUKSES YANG PASTINYA BERGARANSI

    jual obat aborsi
    obat aborsi batam

    Contact Us :
    + WHATSAPP : 085325631367 (hanya menerima whatsapp)
    +Facebook : Eka Fitriyana
    +Website : tuntasdanaman.com

    BalasHapus