Senin, 23 Desember 2013

Perselingkuhan Isteri Setia



Mungkin pembaca bertanya-tanya kenapa aku menceritakan kisah yang sebenarnya memalukan bila diketahui orang lain ini? Aku sendiri sesungguhnya juga bingung kenapa aku nekad menceritakan kisah ini pada para pembaca. Tetapi yang jelas seperti ada sensasi tersendiri yang kurasakan bila kisah gila ini dapat dibaca oleh banyak orang. Apalagi melalui internet, identitasku jelas tidak akan diketahui oleh orang lain.

Sebelum kupaparkan kisah gilaku ini, ada baiknya aku memperkenalkan sedikit identitasku pada para pembaca. Agar ketika membaca kisah nyata ini, para pembaca mempunyai bayangan yang jelas bagaimana pelaku (sekaligus penulis) dalam kisah yang sangat sensasional ini.

Sebut saja namaku Riri, seorang wanita yang saat ini berusia 27 tahun dan telah bersuami. Menurut banyak teman, aku adalah seseorang  yang cukup cantik dengan kulit putih bersih. Walaupun demikian, postur tubuhku sebenarnya terhitung ramping dan kecil. Tinggi badanku hanya 154 cm. Tetapi meskipun bertubuh ramping, pinggulku cukup bulat dan berisi. Sedangkan buah dadaku yang hanya berukuran 34 juga nampak padat dan serasi dengan bentuk tubuhku.

Aku bekerja sebagai karyawati staf accounting pada sebuah toserba yang cukup besar di kotaku. Sehingga aku mengenal banyak relasi dari para pekerja perusahaan lain yang memasok barang ke toko tempatku bekerja. Dari sinilah kisah yang akan kupaparkan ini terjadi.

Sebagai seorang istri, aku sebenarnya merupakan istri yang sangat setia pada suami. Aku berprinsip, tidak akan ada lelaki lain yang dapat menyentuh hati dan tubuhku, selain suamiku yang sangat kucintai. Dan sebelum kisah ini terjadi, aku memang selalu dapat menjaga kesetiaanku. Jangankan disentuh, tertarik dengan lelaki lain pun merupakan pantangan bagiku.

Tetapi begitulah, beberapa bulan terakhir, justru suamiku mempunyai khayalan gila. Ia seringkali mengatakan padaku, ia selalu terangsang jika membayangkan diriku bersetubuh dengan lelaki lain. Entahlah, mungkin ia terpengaruh dengan cerita kawan-kawannya. Atau mungkin juga termakan oleh bacaan-bacaan seks yang sering dibacanya. Pada awalnya, aku jengkel setiap kali ia mengatakan hal itu padaku. Namun lama kelamaan, entah kenapa, aku juga mulai terangsang oleh khayalan-khayalannya.

Setiap ia mengatakan dirinya ingin melihat aku digumuli lelaki lain, tiba-tiba dadaku berdebar-debar. Tanda kalau aku juga mulai terangsang dengan fantasinya itu. Bersamaan dengan itu di toko tempatku bekerja, aku semakin akrab dengan seorang karyawan perusahaan distribusi yang biasa datang memasok barang. Sebutlah namanya Mas Roni. Ia seorang lelaki berbadan tinggi besar dan cukup atletis, tingginya lebih dari 180 cm. Sedang usia sekitar 35 tahun. Sungguh awalnya aku tidak pernah mempunyai pikiran atau perasaan tertarik padanya.

Pada awalnya hubunganku, biasa-biasa saja. Keakrabanku sebatas hubungan kerja. Namun begitulah, Mas Roni yang berstatus duda itu selalu bersikap baik padaku. Tak dapat kupungkiri, ia merupakan pria yang simpatik. Ia pandai mengambil hati orang lain. Begitu perhatiannya pada diriku, Mas Roni seringkali memberikan hadiah padaku. Misalnya pada saat lebaran dan tahun baru, Mas Roni memberiku bonus yang cukup besar. Padahal karyawan lain di toko tempatku bekerja tak satupun yang mendapatkannya. Bahkan saat datang ke tokoku, ia kadang bersedia membantu pekerjaanku. Mas Roni bisa melakukan itu karena ia sangat akrab dengan bosku.

Hingga suatu ketika, saat aku tengah menghitung keuangan bulanan perusahaan, tiba-tiba Mas Roni muncul di hadapan meja kerjaku.

“Aduh sibuknya, sampai nggak lihat ada orang datang,” sapa Mas Roni klise.
“Eh..., sorry Mas, ini baru ngitung keuangan akhir bulan,” jawabku.
“Jangan terlalu serius, nanti nggak kelihatan cakepnya lho..!” Mas Roni masih bergurau.
“Ah, Mas Roni bisa aja,” aku menjawab pendek sambil tetap berkonsentrasi ke pekerjaanku.

Setelah itu seperti biasanya, di sela-sela pekerjaanku, aku dan Mas Roni mengobrol dan bersendau-gurau ke sana kemari. Tidak terasa sudah satu jam aku mengobrol dengannya.

“Ri, aku mau ngasih hadiah tahun baru, Riri mau terima nggak?” tanyanya tiba-tiba.
“Siapa sih yang nggak mau dikasih hadiah. Mau dong, asal syaratnya hadiahnya yang banyak lho,” jawabku bergurau.
“Aku juga punya syarat lho Ri, hadiah itu akan kuberikan kalau Riri mau memejamkan mata. Mau nggak?” tanyanya lagi.
“Serius nih? Oke kalau cuman itu syaratnya aku mau,” kataku sambil memejamkan mata.
“Awas jangan buka mata sampai aku memberi aba-aba..!” kata Mas Roni lagi.

Sambil terpejam, aku penasaran hadiah apa yang akan diberikannya. Tetapi, ya ampun...!,  saat mataku terpejam, tiba-tiba aku merasakan ada benda yang lunak menyentuh bibirku. Tidak hanya menyentuh, benda itu juga melumat bibirku dengan halus. Aku langsung tahu, Mas Roni tengah menciumku... Maka aku langsung membuka mata. Dari sisi meja di hadapanku, Mas Roni membungkuk dan menciumi diriku. Tetapi anehnya, setelah itu aku tidak berusaha menghindar.

Untuk beberapa lama, Mas Roni masih melumat bibirku. Kalau mau jujur aku juga ikut menikmatinya. Bahkan beberapa saat secara refleks aku juga membalas melumat bibir Mas Roni. Sampai kemudian aku sadar, lalu kudorong dada Mas Roni hingga ia terjengkang ke belakang.

“...Mas.., seharusnya ini nggak boleh terjadi,” kataku dengan nada tergetar menahan malu dan sungkan yang menggumpal di hatiku. Mas Roni terdiam beberapa saat.
“...Maaf ’Ri, mungkin aku terlalu nekat. Seharusnya aku sadar bahwa kamu sudah menjadi milik orang lain. Tetapi inilah kenyataannya, ...aku sangat sayang padamu ’Ri,” ujarnya dengan lirih sambil berlalu meninggalkanku. Seketika itu aku merasa sangat menyesal. Aku merasa telah menghianati suamiku.

Tetapi uniknya, peristiwa semacam itu terulang kembali hingga beberapa kali. Beberapa kali kesempatan Mas Roni berkunjung ke tokoku, ia selalu memberiku ‘hadiah’ seperti itu. Tentunya, itu dilakukan jika kawan-kawanku tak ada yang melihat. Meskipun akhirnya aku kembali menolaknya lagi, namun anehnya, aku tidak pernah marah terhadap tindakan Mas Roni tersebut.

Entahlah, aku sendiri bingung. Aku tidak tahu, apakah ini dikarenakan pengaruh khayalan suamiku yang katanya terangsang jika membayangkan aku berselingkuh. Ataukah karena aku telah jatuh cinta pada Mas Roni. Sekali lagi, aku tidak tahu. Bahkan dari hari ke hari, aku semakin dekat dan akrab dengan Mas Roni.

Hingga pada suatu saat, Mas Roni mengajakku jalan-jalan. Awalnya aku menolak. Aku khawatir apabila kedekatanku dengannya akan berkembang menjadi perselingkuhan yang sebenarnya. Tetapi, karena ia selalu mendesakku, akhirnya aku bersedia dengan mengajukan syarat, agar salah seorang kawan kerjaku juga diajaknya. Dengan bersama kawan, aku berharap Mas Roni tidak akan berani melakukan perbuatan yang tidak-tidak.

Begitulah akhirnya, pada hari Minggu aku dan Mas Roni berangkat jalan-jalan. Agar suamiku tidak curiga, aku katakan padanya, hari itu aku ada lemburan hingga sore hari. Selain aku dan Mas Roni ikut juga kawan kerjaku, Yani dan pacarnya. Oh ya, berempat kami mengendarai mobil inventaris perusahaan Mas Roni. Berempat kami berangkat menuju  ke suatu lokawisata pegunungan yang cukup jauh dari kotaku. Kami sengaja memilih tempat yang jauh dari kotaku, agar tidak mengundang kecurigaan tetangga, keluarga dan terutama suamiku.

Setelah lebih dari satu jam kami berputar-putar di sekitar lokasi wisata, Mas Roni dan pacar Yani mengajak istirahat di sebuah losmen. Yani dan pacarnya menyewa satu kamar, dan kedua orang itu langsung hilang di balik pintu tertutup. Maklum keduanya baru dimabuk cinta. Aku dengan suamiku waktu pacaran dulu juga begitu, jadi aku maklum saja.

Mas Roni juga menyewa satu kamar di sebelahnya. Aku sebenarnya juga berniat menyewa kamar sendiri tetapi Mas Roni melarangku.

“...Ngapain boros-boros, kalau sekedar istirahat satu kamar saja. Tuh, bed-nya ada dua,” ujarnya. Akhirnya aku mengalah. Aku numpang di kamar yang disewa Mas Roni.  Kami mengobrol tertawa cekikikan membicarakan Yani dan pacarnya di kamar sebelah. Apalagi, Yani dan pacarnya seolah-olah sengaja mendesah-desah hingga terdengar oleh telinga kami. Sejujurnya jantungku juga berdebar-debar mendengar desahan Yani yang mirip dengan suara orang terengah-engah itu. Entah kenapa dadaku semakin berdegup kencang saat aku mendengar desahan Yani dan membayangkan apa yang tengah mereka lakukan di kamar sebelah. Untuk beberapa saat, aku dan Mas Roni diam terpaku.

Tiba-tiba Mas Roni menarik tanganku hingga aku terduduk di pangkuan Mas Roni yang saat itu tengah  duduk di pinggir ranjang tempat tidur. Tanpa berkata apa-apa dia langsung mencium bibirku. Aku tidak sempat menghindar, bahkan aku tak kuasa menolak ketika bibir dan kumis Mas Roni menempel pada bibirku beberapa saat. Dadaku semakin berdegup kencang tatkala kurasakan bibir Mas Roni melumat mulutku. Lidah Mas Roni menelusup ke celah bibirku dan menggelitik hampir semua rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak itu darahku berdesir, sementara bulu kudukku meremang. Tiba-tiba timbul kesadaranku... Kudorong perlahan dada Mas Roni agar ia melepas pelukannya pada diriku.

“...Mass..., jangan Mas..., ini nggak pantas kita lakukan..!” kataku terbata-bata. Mas Roni memang menarik ciumannya pada bibirku, tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat itu tetap memeluk pinggang rampingku dengan erat. Sehingga aku tetap terduduk pada pangkuannya.
“Kenapa nggak pantas, toh aku sama dengan suamimu, yaitu sama-sama mencintaimu,” bisik Mas Roni yang terdengar mirip desahan.

Setelah itu Mas Roni kembali mendaratkan ciuman. Ia juga menjilati dan menciumi seluruh wajahku, lalu merambat pada leher dan telingaku. Aku pasif dan diam saja, namun perlahan tapi pasti gairah birahi yang mendera makin kuat menguasaiku. Harus kuakui, Mas Roni sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan-jilatan lidahnya pada leherku benar-benar membuat diriku terbakar dalam nikmat. Dibandingkan dengan suamiku sekalipun, aku belum pernah merasakan rangsangan sehebat ini.

Mas Roni sendiri nampaknya juga mulai terangsang. Aku dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah. Sementara aku sendiri semakin tak sanggup menahan erangan. Aku pun mendesis-desis dibakar kenikmatan yang mulai menguasai kesadaranku.

Setelah itu, tiba-tiba tangan Mas Roni yang kekar itu membukai kancing bajuku. Tak ayal lagi, bongkahan buah dadaku yang putih bersih itu terpampang di hadapan Mas Roni. Refleks aku masih berusaha untuk berontak.

“...Cukup Mas..., jangan sampai ke situ. Aku takut,” ucapku sambil meronta dari pelukannya.
“...Takut dengan siapa ’Ri, toh nggak ada yang tahu. Percayalah denganku,” jawab Mas Roni dengan napas yang semakin memburu. Tidak perduli dengan protesku, Tangan Mas Roni yang tadi melepas bajuku, kini tengah sibuk melepas BH-ku. Walau aku masih berusaha meronta, hal itu sia-sia tidak ada gunanya sama sekali. Sebab tubuh Mas Roni yang besar dan kuat itu mendekapku dengan erat.

Kini, di dalam pelukan Mas Roni, buah dadaku telah terpampang tak tertutup sehelai kain pun. Aku berusaha menutupinya dengan mendekapkan lengan menutupi dadaku, tetapi dengan cepat pula kedua tangan Mas Roni memegangi lenganku dan merentangkannya. Setelah itu, Mas Roni membopong dan merebahkanku di tempat tidur. Tak membuang waktu, bibir Mas Roni telah melumat salah satu buah dadaku saat tangan yang satunya meremas-remas buah dadaku yang lainnya. Bagai seekor singa dengan buas ia menjilati dan meremas buah dadaku yang kenyal dan putih.

Kini aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain megap-megap dan mengerang dikarenakan gelora kenikmatan yang tengah mencengkeram diriku. Aku menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat saat bibir dan lidah Mas Roni menjilat dan melumat puting buah dadaku.

“...’Ri, da.. dadamu putih in.. indah sekali. A.. aku makin nggak ta.. tahan.., sayang..,” ujar Mas Roni terputus-putus karena nafsu birahi yang semakin memuncak.

Kemudian Mas Roni turun menciumi perut dan pusarku. Dengan lidahnya, ia pandai sekali menggelitik buah dada hingga perutku. Berkali-kali aku hanya dapat mendesis-desis dilanda rangsangan yang bergejolak ini. Kemudian tanpa kuduga, dengan cepat Mas Roni dalam satu tarikan melepaskan celana dan celana dalamku. Lagi-lagi aku berusaha meronta, tetapi dengan tubuh besar dan tenaga kuat yang dimiliki Mas Roni, dengan mudah ia menjinakkan perlawananku.

Sekarang tubuhku yang ramping dan berkulit putih telah telanjang total di hadapan Mas Roni. Sungguh.., aku belum pernah walau sekalipun bertelanjang di hadapan lelaki lain, kecuali di hadapan suamiku. Sebelumnya tak terpikirkan sebersitpun akan terjadi peristiwa seperti ini. Tetapi kini, Mas Roni berhasil memaksaku, sementara aku seperti pasrah saja tak berdaya.

“...Mas, untuk yang satu ini jangan Mas, aku tidak ingin merusak keutuhan perkawinanku..!” pintaku sambil meringkuk di atas tempat tidur, untuk melindungi buah dada dan kewanitaanku yang kini tanpa penutup.
“...’Ri.. apa.. kamu.. nggak kasihan padaku sayang.., aku sudah terlanjur terbakar.., aku nggak kuat lagi, sayang. Please, aku.. mohon,” kata Mas Roni masih dengan terbata-bata dan wajah yang memohon.

Entah karena aku tidak tega atau karena aku sendiri juga sudah dibuai birahi, aku hanya diam  ketika Mas Roni kembali menggumuli tubuhku. Bibir dan salah satu tangannya menggarap salah satu buah dadaku, sementara tangan yang satunya lagi mengusap-usap paha dan selangkanganku. Mataku merem-melek merasakan kenikmatan itu dengan napas yang semakin terengah-engah.

Tiba-tiba saja Mas Roni bangkit dan dengan cepat melepas semua pakaian yang dikenakannya. Kondisinya kini ia tak berbeda dengan diriku yang juga telah telanjang bulat. Ya ampun.., aku tak percaya bahwa  kini aku sedang telanjang di dalam sebuah kamar dengan lelaki yang juga telanjang dan ia bukan suamiku, ohh...!!! Aku memandangi tubuh Mas Roni yang atletis, besar dan kekar. Lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan suamiku yang berperawakan sedang-sedang saja.

Tetapi yang membuat dadaku berdegup keras adalah saat tatapanku tertumbuk pada benda pada di selangkangan Mas Roni. Benda berwarna coklat tua yang besarnya hampir sama dengan lenganku itu telah tegak mengacung. Panjangnya kutaksir hampir dua kali lipat ukuran milik suamiku, sementara besarnya sekitar 3 hingga 4 kali lipatnya. Sungguh aku hampir tidak percaya ada batang lelaki sebesar dan sepanjang itu. Perasaanku bercampur baur antara ngeri, gemas dan penasaran.

Kini tubuh telanjang Mas Roni mendekapku. Darahku berdesir ketika merasakan dada bidang Mas Roni menempel ketat pada dadaku. Ada sensasi hebat yang melandaku, ketika kulit dada yang kekar itu bergesekan dengan kulitku. Ohh..!, baru kali ini aku merasakan dekapan lelaki lain selain suamiku. Ia masih terus menciumi sekujur tubuhku, sementara tangannya juga tidak kenal lelah meremas-remas buah dadaku yang semakin mengenyal. Sekali lagi, sebelumnya tidak pernah kurasakan sensasi dan rangsangan sedahsyat ini.

Aku tersentak ketika kurasakan ada benda yang masuk dan menggelitik liang kewanitaanku. Ternyata Mas Roni nekat memasukkan jari tangannya pada celah kewanitaanku. Ia memutar-mutarkan telunjuknya di bibir liang kewanitaanku, sehingga aku benar-benar hampir tidak kuat lagi menahan kenikmatan yang menderaku. Mendapat serangan yang luar biasa nikmat itu, naluriah aku memutar-mutarkan pinggulku. Toh, aku tetap berusaha menolaknya.

“...Mas !, ...jangan dimasukkan jari...nya.., cukup di luar saja..!” pintaku.

Namun lagi-lagi Mas Roni tidak menggubrisku. Ia malah menelusupkan kepalanya pada selangkanganku, lalu bibir dan lidahnya tak henti melumat habis kewanitaanku. Tubuhku mengerinjal hebat menerima rangsangan ini. Tidak kuat rasanya menahankan kenikmatan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut Mas Roni yang masih terengah-engah di selangkanganku. Kini aku benar-benar ditenggelamkannya ke dasar palung birahi tak berujung. Kenikmatan badani ini benar-benar merengut kesadaranku seutuhnya. Tiba-tiba, Mas Roni melepaskanku lalu berdiri di tepi tempat tidur. Ia mengocok-ngocok batang kejantanannya yang berukuran luar biasa tersebut.

“...Udah hampir setengah jam, dari tadi aku terus yang aktif, capek nih. Sekarang ganti kamu dong ’Ri yang aktif..!” ujar Mas Roni.
“...Aku nggak bisa.., Mas. Lagian aku masih takuut..!” jawabku dengan malu-malu.
“...Oke kalau gitu pegang saja, please, aku mohon..., ’Ri..!” ujarnya sambil menyodorkan batang kejantanan besar itu ke hadapanku.

Dengan malu-malu kupegang batang yang keras dan berotot itu. Kembali dadaku berdebar-debar dan darahku berdesir saat tanganku mulai memegang kejantanan Mas Roni. Sejenak aku membayangkan, seberapa nikmatnya jika batang yang besar dan keras itu memasuki liang kewanitaanku.

“...Besaran mana dengan milik suamimu ’Ri..?” goda Mas Roni. Aku tidak menjawab walau dalam hati aku mengakui, kejantanan Mas Roni jauh lebih besar dan lebih panjang dibanding milik suamiku.
“...Diapakan nih Mas..? Sumpah aku nggak bisa apa-apa,” kataku sambil menggenggam batang kejantanan Mas Roni.
“...Oke, biar gampang dikocok aja... sayang, Bisakan..?” jawab Mas Roni lembut.

Dengan dada berdegup kencang, kukocok perlahan-lahan kejantanan yang besar milik Mas Roni. Ada sensasi tersendiri ketika aku mulai mengocok batang zakar Mas Roni yang sangat besar tersebut. Gila..!, tanganku hampir tidak cukup untuk menggenggamnya. Aku berharap dengan kukocok kejantanannya, sperma Mas Roni cepat muncrat, sehingga ia tidak dapat berbuat lebih jauh terhadap diriku.

Mas Roni yang kini telentang di sampingku memejamkan matanya saat jemariku mulai naik-turun mengocok batang kekarnya. Napasnya mendengus-dengus, menandakan nafsunya makin meningkat. Aku sendiri juga terangsang melihat lelaki bertubuh tinggi besar di hadapanku ini seperti tidak berdaya dikuasai rasa nikmat. Tiba-tiba ia memutar tubuhnya, sehingga kepalanya kini tepat berada pada selangkanganku, sebaliknya kepalaku juga menghadap tepat pada selangkangannya. Mas Roni kembali melumat liang kewanitaanku. Lidahnya menjilat-jilat tak henti pada liang kewanitaanku. Sementara aku sendiri sibuk  mengocok batang kejantanan Mas Roni dengan tanganku. Kini, kami berdua berkelojotan seiring napas kami yang semakin memburu.

Kemudian Mas Roni beringsut, dan dengan cepat menindihku. Dari pantulan kaca lemari yang tepat berada di sebelah ranjang, aku menyaksikan tubuh rampingku seperti tenggelam di atas kasur busa saat  tubuh Mas Roni yang tinggi besar tersebut menindihku. Jantungku berdegup kencang menyaksikan adegan kami melalui kaca lemari itu. Gila..!, kini aku yang telah telanjang tengah digumuli oleh seorang lelaki telanjang, dan lelaki itu bukan suamiku..!

Mas Roni kembali melumat bibirku. Kali ini teramat lembut. Gila..!!!, aku bahkan tak sungkan lagi menyambut dan mengimbangi ciumannya. Lidahku kujulurkan untuk menggelitik ke dalam ruang mulut Mas Roni. Mas Roni memejamkan mata menikmati aksiku, sementara tangan kekarnya masih erat memeluk tubuhku, seakan tak sudi melepaskannya lagi.

Bermenit-menit kami saling berpagutan, saling menggumuli dan saling memompa birahi masing-masing menuju titik tertinggi. Peluh kami telah mengucur deras dan berbaur pada tubuhku dan tubuh Mas Roni. Dalam posisi itu tiba-tiba kurasakan ada benda yang kenyal mengganjal di atas perutku. Ohh..!!!, aku semakin terangsang luar biasa saat menyadari benda tersebut adalah batang kejantanan Mas Roni. Seketika dalam sebuah gerakan kecil, kini ujung membola batang miliknya kurasakan menekan tepat pada bibir liang kewanitaanku. Agaknya kini Mas Roni berusaha memasukkan batang kejantanannya pada kewanitaanku. Kontan aku tersentak....

“...Mas.. Ja...Jangan dimasukkan..! Jangan dimasukkan..!” ucapku sambil tersengal-sengal membendung gelombang nikmat. Aku sendiri tidak yakin apakah itu permintaanku yang sesungguhnya atau bukan, sebab sejujurnya sisi hatiku yang lain sangat ingin segera menikmati batang kejantanan besar itu menyumpal liang kewanitaanku.

“...Oke.. kalau nggak boleh dimasukkan, hanya kepalanya saja yang akan kugesek-gesekkan pada bibirnya yah..?” sahut Mas Roni terengah-engah. Kemudian Mas Roni kembali memposisikan kepala kejantanannya tepat pada permukaan belahan kewanitaanku. Jantungku berdentam-dentam riuh luar biasa saat merasakan kepala kejantanan itu menyentuh lepitan kewanitaanku. Entah dikarenakan batang kejantanan milik Mas Roni memang berukuran besar atau milikku yang sempit, Mas Roni mengalami hambatan memasukannya pada belahan lepitan kewanitaanku. Hal yang sangat berbeda sekali saat aku bersetubuh dengan suamiku, milik suamiku masih terlalu kecil bagi ukuran liang senggamaku. Dengan sedikit memaksa akhirnya ujung kejantanan Mas Roni berhasil menyeruak membelah lepitan kewanitaanku. Ya ampun..!, aku menggeliat kuat saat ujung membola kejantanan kekar itu mulai mendobrak masuk. Awalnya sedikit perih namun segera diiringi rasa nikmat sungguh tiada tara.

Sesuaii janjinya Mas Roni, hanya bagian kepala batang miliknya yang saja yang dimasukkan sambil digosok-gosokkan menyusuri panjang lepitan kewanitaanku. Walaupun hanya begitu, kenikmatan yang kurasakan dapat  membuatku berkali-kali memekik histeris. Tak kunyana luar biasa nikmatnya batang besar milik Mas Roni ini.

Mas Roni terus memaju-mundurkan batang kejantanannya pada sepanjang lepitan kewanitaanku. Keringat kami berdua semakin deras mengalir, sementara bibir kami terus berpagut, berpalun saling kulum dan hisap.

“...Ayoohh.., ngoommoong Saayaang, giimaanna raasaanyaa..?” tanya Mas Roni tersengal-sengal.
“...Oohh.., teerruss.. Maass.. teeruuss..!” erangku parau dengan tersengal-sengal.

Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba saja kurasakan batang kejantanan yang besar itu merangsek meluncur maju lebih dalam dengan perlahan. Menyesaki menggerus dinding liang kewanitaanku. Perlahan dan pasti akhirnya keseluruhan batang kejantanan yang besar itu melesak terbenam dalam liang kewanitaanku. Kewanitaanku  penuh sesak oleh batang kejantanan Mas Roni yang amat sangat besar itu. Aku terkesima dan tak mampu menghindar ataupun menolaknya lagi.

“...Lohh..? Mass..! Dimaassuukiin seemmua yah..?” tanyaku, memandangi kewanitaanku yang kini telah penuh sesak.
“...Taangguung Saayang, Aku nggak sanggup menahhann..!” jawabnya seraya mulai memompa kewanitaanku secara perlahan.

Kali ini aku tidak mampu protes karena batang kejantanan itu telah terbenam keseluruhannya pada kewanitaanku. Aku tersengal-sengal merasakan kenikmatan yang kini semakin menggila. Demikian besarnya kejantanan Mas Roni, sehingga liang kewanitaanku terasa meregang erat. Sementara karena tubuhnya yang berat, batang kejantanan Mas Roni semakin tertekan ke dalam kewanitaanku dan melesak hingga ke dasar liang kewanitaanku. Terasa sekali bagaimana rasanya batang zakar menggerus-gerus dinding dasar kewanitaanku.

Naluriku timbul guna mengimbangi genjotan Mas Roni dan mulai menggoyangkan pinggulku. Kini tubuh rampingku  timbul-tenggelam di atas kasur busa ditindih oleh tubuh besar Mas Roni. Semakin lama, genjotan Mas Roni semakin cepat dan keras, sehingga badanku tersentak-sentak dengan hebat. Clep.., clep.., clep.., clep.., begitulah bunyi kecipak batang kejantanan Mas Roni yang menghujami selangkanganku.

“...Teerruss Maass..! Aakuu.. nggaak.. kuuaatt..!” erangku berulang-ulang. Baru inilah persetubuhan yang ternikmat yang pernah kurasakan. Aku tak mampu berpikir  tentang kesetiaan pada suamiku. Mas Roni benar-benar telah menghadiahiku dengan kenikmatan persetubuhan tiada tara yang belum pernah kualami. Persetan..!, toh suamiku sendiri sering mengkhayalkan aku disetubuhi lelaki lain.

Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan aliran rasa nikmat yang sungguh luar biasa merambati sekujur tubuhku. Tubuhku menggelepar-gelepar di bawah tindihan tubuh Mas Roni. Tidak sadar, kucium lebih berani bibir Mas Roni dan kudekap erat-erat.

“...Mmaass.. aakkuu.. haampiirr.. sammpaii..!” rintihku saat puncak kenikmatan hendak kuraih. Begitu tahu aku mendekati klimaks, Mas Roni semakin cepat menghujam-hujamkan batang kejantanannya pada selangkanganku. Tubuhku makin menggelepar di bawah dekapan kuat Mas Roni. Akibatnya, tidak lama kemudian aku benar-benar klimaks !!!

“...Kaalauu.. uudahh.. kliiimaaks.. ngoommoong.. Saayaang.. biaarr.. aakuu.. ikuut.. puuaass..!” desah Mas Roni.
“...Oohh.. aauuhh.. aakkuu.. sammpaiii.. Maass..!” pekikku. Refleks tangan kananku menjambak rambut Mas Roni, sedangkan tangan kiriku memeluknya erat-erat. Pinggulku mendesak ke atas agar batang kejantanan Mas Roni menikam lebih dalam. Setelah kenikmatan puncak itu mereda , tubuhku melemas dengan sendirinya. Mas Roni juga menghentikan genjotannya.

“...Aku belum keluar sayang... Tahan sebentar, ya..! Aku terusin dulu,” ujarnya lembut sambil mencium pipiku. Gila..!,
ternyata aku bisa mendapatkan klimaks dengan posisiku di bawah. Berbeda saat bersama suamiku, untuk mendapat klimaks aku harus berposisi di atas dulu. Aku sangat yakin Mas Roni jauh lebih jantan dan perkasa dibanding suamiku, selain ukuran batang kejantanan miliknya benar-benar dapat memberikan nikmat luar biasa bagiku.

Walau kurasakan sedikit ngilu, kubiarkan Mas Roni memompa terus liang kewanitaanku. Karena lelah, aku diam saja saat Mas Roni masih terus menggumuliku. Tanpa perlawanan, kini badanku yang kecil dan ramping benar-benar timbul tenggelam ditindih tubuh besar Mas Roni. Clep.. clep.. clep.. clep. Kulirik ke bawah memandangi kewanitaanku yang tengah dihujam batang kejantanan Mas Roni. Gila..., kewanitaanku ternyata dapat dimasuki kejantanan sebesar itu. Dan lebih gila lagi, batang kekar besar itu  memberiku kenikmaran tidak terkira.

Mas Roni semakin lama semakin cepat memompakan kejantanannya. Sementara bibirnya tak henti-hentinya menciumi pipi, bibir dan buah dadaku. Menerima rangsangan tak henti seperti itu birahiku bangkit kembali. Kurasakan kenikmatan itu kembali merambat lagi dari selangkanganku yang tengah dipompa Mas Roni. Kini aku membalas ciuman Mas Roni, sementara pinggulku kembali kuputar-putar mengimbangi kejantanan Mas Roni yang masih perkasa menghujami  liang kewanitaanku.

“...Kaamuu ingiin.. lagii.. Rii..?” tanya Mas Roni.
“...Eehh..” hanya itu jawabku. Kini kami kembali menggelepar-gelepar bersama. Tiba-tiba Mas Roni bergulung, sehingga posisinya kini berbalik, aku di atas, Mas Roni di bawah.
“...Ayoohh gaannttii..! Kaammuu yang di atass..!” pinta Mas Roni.

Dengan posisi di atas tubuh Mas Roni, pinggulku kuputar-putar, maju-mundur, kiri-kanan, untuk mengocok batang kejantanan Mas Roni yang menyesaki liang kewanitaanku. Dengan malu-malu aku menjilati leher dan puting Mas Roni. Mas Roni yang telentang di bawahku merem-melek karena aksi yang kuberikan.

“..Tuuh.., biisaa kaan..! Kaatanya taa.. dii.. nggak.. bisaa..,” ujar Mas Roni sambil balas menciumku dan meremas-remas buah dadaku. Hanya selang lima menit setelah aku berada di atas, kenikmatan luar biasa kembali datang melandaku. Aku semakin cepat menggerakkan pinggulku menghujam-hujamkan liang kewanitaanku pada batang kejantanan Mas Roni. Tubuhku yang ramping semakin erat mendekap Mas Roni. Aku juga semakin liar membalas ciuman Mas Roni.

“...Maass.. aakuu.. haampiir.. sammpaii.. laggii.. Maass..!” erangku tersengal-sengal. Menyadari aku akan mendapat klimaks lagi, Mas Roni langsung bergulung berbalik, hingga aku kembali di bawah. Dengan napas yang terengah-engah, Mas Roni yang kini berada di atas tubuhku semakin cepat memompa selangkanganku. Tak ayal lagi, rasa nikmat tiada tara mendera sekujur tubuhku. Lalu rasa nikmat itu seakan mengalir dan berkumpul di selangkanganku. Mas Roni kudekap sekuat tenaga..., sementara napasku semakin memburu, menggemuruh tidak menentu.

“...Kalauu maau sammpaii ngomong Sayang, biaar leepass..!” desah Mas Roni. Karena tidak kuat lagi menahan nikmat, aku pun mengerang keras.
“...Teruss.., teruss.., akkkuu.. samm..paii Mass..OHH!” pekikku. sementara tubuhku menggelepar-gelepar dibawah tindihan tubuh Mas Roni. Belum reda kenikmatan klimaks yang baru kuraih, tiba-tiba Mas Roni mendengus-dengus semakin cepat. Tangan kekarnya mendekapku erat-erat seakan ingin meremukkan tulang-tulangku, benar-benar membuatku tidak dapat bergerak. Napasnya menggemuruh. Genjotannya pada kewanitaanku juga semakin keras, kasar   dan cepat. Kemudian tubuhnya bergetar hebat.

“...Rii.., akuu.. maauu.. keluuarr Sayang..!” geramnya tidak tertahan. Menyadari Mas Roni hampir keluar juga, ku gerakkan pinggulku berputar-putar semakin cepat dan kasar. Aku semakin erat memeluknya. Mas Roni menghujamkan pinggulnya sekuat tenaga..., hingga batang kejantanan miliknya menancap sedalam-dalamnya pada liang kewanitaanku.
”...Arrrggh......Argh.......Ahhh....” geram Mas Roni seiring dengan Crot.. croot.. croot..! Cairan kental Mas Roni terasa sangat deras memancur dalam liang kewanitaanku. Aku merasakan liang kewanitaanku hangat disirami cairan sperma yang keluar dari kejantanan Mas Roni.

Gila..., sperma Mas Roni luar biasa banyaknya, sehingga seluruh liang kewanitaanku terasa basah kuyup. Bahkan karena saking banyaknya, sperma Mas Roni belepotan hingga ke bibir kewanitaan dan pahaku. Berangsur-angsur gelora kenikmatan itu mulai menurun.

Untuk beberapa saat Mas Roni masih menindihku dan aku juga mendekapnya dengan erat..., keringat kami pun bercucuran. Setelah itu ia berguling di sampingku. Aku termenung menatap langit-langit kamar. Begitupun dengan Mas Roni. Ada sesal yang timbul dari dasar hatiku. Kenapa aku harus menodai kesetiaan terhadap perkawinanku, itulah pertanyaan yang bertalu-talu mengetuk perasaanku.

“...Maafkan aku, Ri. Aku telah khilaf dengan memaksamu melakukan perbuatan ini,” bisik Mas Roni lirih. Aku tak menjawab. Kami berdua kembali termenung dalam alam pikiran masing-masing. Bermenit-menit kemudian tak sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berdua.  Tiba-tiba terdengar Yani mengetuk pintu sambil berteriak...,

“...Hee, sudah siang lho.., ayo pulang..!” Dengan masih tetap diam, aku dan Mas Roni segera beranjak, berbenah lalu berjalan keluar kamar. Tanpa kata-kata pula Mas Roni mengecup keningku saat pintu kamar akan kubuka.

“...Hayo, lagi ngapain kok pintunya pakai ditutup segala..?” canda Yani.
“...Ah, nggak apa-apa kok, kita cuman ketiduran tadi.” sahutku dengan perasaan malu. Sementara Mas Roni hanya tersenyum.
“...Tenang aja Mbak Riri.., Aku janji nggak akan menceritakan ini ke orang lain kok..!” ujar Yani dengan masih cengengesan.

*****

Begitulah, hingga seminggu setelah kejadian itu rasa penyesalan masih mendera perasaanku. Selama itu hatiku selalu diketuk pertanyaan, kenapa akhirnya aku harus mengkhianati suamiku. Hanya saja, ketika mulai menginjak minggu kedua, tiba-tiba rasa sesal itu seperti menguap begitu saja. Yang muncul dalam batinku kemudian adalah kerinduan pada Mas Roni. Sungguh dadaku sering berdebar-debar lagi setiap kali teringat persetubuhanku bersama Mas Roni saat itu. Aku selalu terbayang akan keperkasaan dan kenikmatan yang dihadiahkan Mas Roni di atas ranjang, yang tidak mampu diberikan suamiku. Dan kembali kami mengulanginya... Dengan sebuah persetubuhan yang lebih hebat lagi...

Maka setelah itu, kami masih sering jalan-jalan bersama dengan Mas Roni. Bahkan hampir rutin sebulan 2 sampai 4 kali dalam sebulan aku dan Mas Roni selalu melepas hasrat bersama. Dan itu lebih menggelora lagi dibanding percintaan kami yang pertama. Untuk menyembunyikan itu semua, aku bersikap biasa-biasa saja terhadap suamiku. Ia juga masih sering merangsang diri dengan berfantasi aku disetubuhi lelaki lain. Tetapi ia tidak tahu, sesungguhnya telah ada lelaki lain yang benar-benar telah menyetubuhi isterinya. Dan aku tidak pernah bercerita padanya. Ini hanya menjadi rahasiaku dan rahasia Mas Roni.

Begitulah pembaca, kisah awal mula perselingkuhanku yang menjadi kenangan tersendiri hingga saat ini.

1 komentar: